Friday, May 25, 2012

Seksinya Bu Via Dosenku

Cerita Dewasa | Seksinya Bu Via Dosenku



cerita dewasa terbaru 26 mei 2012 , cerita dewara terheboh, cerita dewasa panas
Cerita Dewasa | Seksinya Bu Via Dosenku
Cerita Dewasa | Seksinya Bu Via Dosenku -  - Sebut saja namaku Rudi. Aku adalah mahasiswa tingkat akhir di sebuah universitas di Surabaya. Di kampus aku mempunyai seorang dosen yang cantik dan lembut. Namanya Bu Via. Berkenaan dengan Bu Via, ada sesuatu yang membuat kehidupanku lebih indah dan menyenangkan selama hampir tiga bulan tersebut.
Bermula pada suatu siang ketika aku melakukan bimbingan suatu tugas akhir. Di jurusanku sebelum masuk ke skripsi, seorang mahasiswa harus mengambil tugas akhir mengerjakan sebuah desain. Bu Via adalah pembimbingku untuk tugas tersebut. Bimbingan berlangsung singkat saja, sebab Bu Via ada tugas lain di luar kampus waktu itu. Ketika selesai, Bu Via bilang padaku agar datang ke rumahnya saja pada malam harinya untuk melanjutkan bimbingan. Malamnya aku datang.
Rumahnya ada di sebuah kompleks perumahan yang sepi dan tenang. Bu Via telah bercerai dari suaminya. Ia berumur sekitar 37 tahun, dengan seorang anak yang masih bersekolah TK. Meskipun telah berumur 37 tahun, namun Bu Via masih kelihatan sebagaimana baru lepas ABG saja. Kulitnya putih, bersih dan segar. Bodinya langsing, meskipun gak terlalu tinggi. Pada kaki dan tangannya ditumbuhi bulu-bulu halus, tapi cukup lebat, yang kontras dengan kulitnya yang putih itu. waktu itu merupakan liburan TK-SD dan anaknya sedang berlibur di rumah sepupunya yang seumur dengan dia.
Aku dan Bu Via sebenarnya emang telah cukup akrab. Dia pernah menjadikan dosen waliku dan beberapa kali aku pernah datang ke rumahnya, sehingga aku gak canggung lagi. Apalagi dalam banyak hal selera kami sama, misalnya soal selera musik. Setelah bimbingan selesai, kami cuma mengobrol ringan saja. Kemudian Bu Via minta tolong padaku.
"Rud, slot lemari pakaian di kamarku rusak, dapat minta tolong diperbaiki?", begitu katanya malam itu.
Kemudian aku dibawa naik ke lantai dua, ke kamarnya. Kamarnya wangi. Penataan interiornya juga indah. Kurasa wajar saja, sejak semula aku tahu ia punya selera yang bagus. Itu pula yang membuat kami akrab, kami juga sering memperbincangkan soal-soal sebagaimana itu, selain soal-soal yang berkaitan dengan kampus. Aku tersenyum ketika melihat sebagian isi lemari pakaiannya.
Lingerie-nya didominasi warna hitam. Aku juga menyukai warna sebagaimana itu. Warna sebagaimana itu sering pula kusarankan pada Kiki cewekku untuk dipakainya, sebab dengan pakaian dalam sebagaimana itu membuatku lebih bergairah. Bu Via cuma tersenyum melihatku "terkesan" menyaksikan tumpukan lingerie-nya. Dengan serius kuperbaiki slot pintu lemarinya yang rusak. Ia keluar meninggalkanku sendirian di kamarnya. Sewaktu kemudian pekerjaanku selesai. waktu itu Bu Via masuk. Tiba-tiba tanpa kusangka, ia melap peluh di dahiku dengan lembut. AC di kamarnya emang dimatikan, sehingga udara gerah.
"Panas Rud? Biar AC-nya kuhidpkan", begitu katanya sambil menghidupkan AC.
waktu kekagetanku belum hilang, ia kembali melap keringat di dahiku. Dan kali tersebut bahkan dengan lembut ia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Segera aku menyambar aroma wangi dari tubuhnya hingga membuat jantungku berdetak gak sebagaimana biasanya. Bahkan kemudian ia melanjutkan membuat detak jantungku semakin kencang dengan mendekatkan bibirnya ke bibirku. Sewaktu kemudian kusadari bibirnya dengan lembut telah melumat bibirku. Kedua tangannya dilingkarkan ke leherku dan semakin dalam pula aroma wangi tubuhnya terhirup napasku, yang bersama tindakannya melumat bibirku, kemudian mengalir dalam urat darahku sebagai sebuah sensasi yang indah.
Ia terus melumat bibirku. Lalu tangannya pelan-pelan membuka satu persatu kancing kemejaku. waktu itu aku mulai bisa menguasai diriku. Maka dengan pelan-pelan pula kubuka kancing blusnya. Setelah kemejaku lepas, ia menarik resliting jeansku. Begitu pula yang kulakukan dnegan roknya, kutarik resliting yang mengunci rokya. Kemudian ia melepaskan bibirnya dari bibirku dan membuka matanya.
waktu itu aku terbelalak melihat keindahan yang ada di depan mata. Payudaranya sedang-sedang saja, tapi indah dan terlihat kencang dibungkus bra hitam bepotongan pendek berenda yang membuat barang indah itu tampak semakin indah. Payudaranya seolah "hanging wall" yang mengundang seorang climber untuk menaklukkannya dengan hasrat yang paling liar. Dan menengok ke bawah, aku semakin dibuat terkesan serta jantungku juga semakin berdetak kencang. Di balik celana dalam dengan potongan yang pendek yang juga berwarna hitam berenda yang indah, tersembul bukit venus yang menggairahkan. Di tepi renda celana itu, tampak rambut yang menyembul indah melengkapi keindahan yang telah ada.
Kulihat Bu Via juga tersenyum menatap lonjoran tegang di balik celana dalamku. Tangannya yang lembut mengelus pelan lonjoran itu. Sensasi yang menjelajahi aliran darahku kemudian menggerakkan tanganku mengelus bukit venusnya. Ia tampak memejam sewaktu dengan erangan yang pelan ketika tanganku menyentuh daging kecil di tengah bukit venus itu. Ia kemudian melanjutkan tindakannya melumat bibirku dengan lembut. Bibirnya yang lembut serta napasnya yang wangi kembali membuatku dialiri sensasi yang memabukkan. Ia rupanya emang sabar dan gak terburu-buru untuk segera menuju ke puncak kenikmatan.
Bibirnya kemudian ia lepaskan dari bibirku dan ia menyelusuri leherku dengan bibirnya. Napasnya membelai kulit leherku sehingga terasa geli namun nikmat. Kadang-kadang ia mengginggit leherku namun rupanya ia gak ingin meninggalkan bekas. Ia tahu bahwa aku punya pacar, sebab belum lama, Kiki kuperkenalkan padanya waktu kami bertemu di sebuah toko buku.
Ia kemudian turun ke dadaku dan mempermainkan puting susuku dengan mulutnya, yang membuat aliran darahku dialiri perasaan geli tapi nikmat. Semakin ke bawah ia diam sewaktu menatap batang yang tersembunyi di balik celana dalamku, yang waktu itu juga berwarna hitam. Sewaktu ia mempermainkannya dari luar. Ia kemudian dengan lembut menarik celana dalamku. Ia tersenyum ketika menyaksikan penisku yang tegak dan kencang, sebagaimana mercu suar yang siap memandu pelayaran gairah libido kewanitaannya.
Dengan lembut ia kemudian mengulum penisku. Maka aliran hangat yang bermula dari permukaan syaraf penisku pelan-pelan menyusuri aliran darah menuju ke otakku. Aku serasa diterbangkan ke awan pada ketinggian tak terukur. Bu Via terus mempermainkan lonjoran daging kenyal penisku itu dengan kelembutan yang menerbangkanku ke awang-awang. Caranya mempermainkan barang kejantananku itu amat berbeda dengan Kiki cewekku. Kiki melakukannya dengan ganas dan panas, sedangkan Bu Via amat lembut seolah tak ingin melewatkan seluruh bagian syaraf yang ada di situ. Cukup lama Bu Via melakukan itu.
Ketika perjalananku ke awang-awang kurasakan cukup, kutarik penisku dari dekapan mulut lembutnya. Giliran aku yang ingin membuat dia terbang ke awang awang. Maka kubuka bra yang menutupi payudara indahnya. Semakin terperangahlah aku dengan keindahan yang ada di depan mataku. Di depanku bediri dengan tegak bukit kembar yang indah sekaligus menggairahkan. Di sekitar puncak bukit itu, di sekitar putingnya yang merah kecoklatan, tumbuh bulu-bulu halus. Menambah keindahan buah dadnya. Tapi aku gak memulainya dari situ. Aku cuma mengelus putingnya sebentar. Itupun aku telah menangkap desah halus yang keluar dari bibir indahnya.
Kumulai dari lehernya. Kulit lehernya yang halus licin sebagaimana porselen dan wangi kususuri dengan bibirku yang hangat. Ia mendesah terpatah-patah. Apalagi ketika tanganku tak kubiarkan menganggur. Jari-jariku memijit lembut bukit kenyal di dadanya dan kadang-kadang kupelintir pelan puting merah kecoklat-coklatan yang tumbuh matang di ujung buah dadanya itu. Kurasakan semakin lama puting itu pun semakin keras dan kencang. Setelah puas menyusuri lehernya, aku turun ke dadanya. Dan segera kulahap puting yang menonjol merah coklat itu. Ia menjerit pelan. Tapi tak kubiarkan jeritannya berhenti.
Kusedot puting itu dengan lembut. Ya, dengan lembut sebab aku yakin gaya sebagaimana itulah yang diinginkan orang sebagaimana Bu Via. Mulutku sebagaimana lebah yang menghisap kemudian terbang berpindah ke buah dada satunya. Tapi tak kubirakan buah dada yang gak kunikmati dengan mulutku, tak tergarap. Maka tangankulah yang melakukannya. Kulakukan itu berganti-ganti dari buah dada satu ke buah dadanya yang lain.
Setelah puas aku turun bukit dan kususuri setiap jengkal kulit wanginya. Dan waktu aku semakin turun kucium aroma yang khas dari barang pribadi seorang perempuan. Aroma dari vaginanya. Semakin besarlah gairah yang mengalir ke otakku. Tapi aku gak ingin langsung menuju ke sasaran. Cara Bu Via membuatku melayang rupanya mempengaruhiku untuk tenang, sabar dan pelan-pelan juga membawanya naik ke awang-awang. Maka dari luar celana dalamnya, kunikmati lekuk bukit dan danau yang ada di situ dengan lidah, bibir dan kadang-kadang jari-jemariku. Kusedot dengan nikmat bau khas yang keluar dari sumur yang ada di situ.
Setelah cukup puas, baru kutarik celana dalamnya pelan-pelan. Aku tersentak menyaksikan apa yang kulihat. Bukit venus yang indah itu ditumbuhi rambut yang lebat. Tapi terkesan bahwa yang ada di situ terawat. Meski lebat, rambut yang tumbuh di situ gak acak-acakan tapi merunduk indah mengikuti kontur bukit venus itu. Walaupun aku pernah membayangkan apa yang tumbuh di situ, tapi aku gak mengira seindah itu.
Ya, aku dan teman-temanku sering bergurau begtersebut waktu melihat Bu Via: jika rambut di tempat yang terbuka saja subur, apalagi rambut di tempat yang tersembunyi. Dan ternyata aku dapat membuktikan gurauan itu. Ternyata rambut di tempat itu emang luar biasa. Bahkan aku yang semula berpikir rambut yang menghiasai vagina Kiki luar biasa sebab subur dan indah, kemudian menerima kenyataan bahwa ada yang lebih indah, yaitu milik Bu Via tersebut. Dari samping keadaan itu sebagaimana taman gantung Raja Nebukadnezar saja :-).
Segera berkelebat pikiran dalam otakku, betapa menyenangkannya tersesat di hutan teduh dan indah itu. Maka aku segera menenggelamkan diri di tempat itu, di hutan itu. Lidahku segera menyusuri taman indah itu dan kemudian melanjutkannya pada sumur di bawahnya. Maka Bu Via menjerit kecil ketika lidahku menancap di lubang sumur itu. Di lubang vaginanya. Bau khas vagina yang keluar dari lubang itu semakin melambungkan gairahku. Dan jeritan kecil itu kemudian di susul jeritan dan erangan patah-patah yang terus menerus serta gerakan-gerakan serupa cacing kepanasan. Dan kurasa ia emang kepanasan oleh gairah yang membakarnya.

Aku menikmati jeritan itu sebagai sensasi lain yang membuatku semakin bergairah pula menguras kenikmatan di lubang sumur vaginanya. Lendir hangat khas yang keluar dari dinding vaginanya terasa hangat pula di lidahku. Kadang-kadang kutancapkan pula lidahku di tonjolan kecil di atas lubang vaginanya. Di klitorisnya. Maka semakin santerlah erangan-erangan Bu Via yang mengikuti gerakan-gerakan menggelinjang. Demikian kulakukan hal itu sekian lama.

Kemudian pada suatu waktu ia berusaha membebaskan vaginanya dari sergapan mulutku. Ia menarik sebuah bangku rias kecil yang tadi menjadikan ganjal kakinya untuk mengangkang. Aku dimintanya duduk di bangku itu. Begitu aku duduk, ia kembali memagut penisku dengan mulutnya secara lembut. Tapi itu gak lama, sebab ia kemudian memegang penisku yang telah gak sabar mencari pasangannya itu.
Bu Via membimbing daging kenyal yang melonjor tegang dan keras itu masuk ke dalam vaginanya dan ia duduk di atas pangkuanku. Maka begitu penisku amblas ke dalam vaginanya, terdengar jeritan kecil yang menagani kenikmatan yang ia dapatkan. Aku juga merasakan kehangatan mengalir mulai ujung penisku dan mengalir ke setiap aliran darah. Ia memegangi pundakku dan menggerakkan pinggulnya yang indah dengan gerakan serupa spiral. Naik turun dan memutar dengan pelan tapi bertenaga.
Suara gesekan pemukaan penisku dengan selaput lendir vaginanya menimbulkan suara kerenyit-kerenyit yang indah sehingga menimbukan sensasi tambahan ke otakku. Demikian juga dengan gesekan rambut kemaluannya yang lebat dengan rambut kemaluanku yang juga lebat. Suara-suara erangan dan desahan napasnya yang terpatah-patah, suara gesekan penis dan selaput lendir vaginanya serta suara gesekan rambut kemaluan kami berbaur dengan suara lagu mistis Sarah Brightman dari CD yang diputarnya.
Barangkali ia emang sengaja ingin mengiringi permainan cinta kami dengan lagu-lagu sebagaimana itu. Ia tahu aku menyukai musik demikian. Dan emang terasa luar biasa indah, pada suasana sebagaimana itu. Apalagi lampu di kamar itu juga remang-remang setelah Bu Via tadi mematikan lampu yang terang. Dengan suasana sebagaimana itu, rasanya aku gak ingin membiarkan setiap hal yang menimbulkan kenikmatan menjadikan sia-sia. Maka aku gak membiarkan payudaranya yang ikut bergerak sesuai dengan gerakan tubuhnya menggodaku begitu saja. Kulahap buah dadanya itu. Semakin lengkaplah jeritannya.
Matanya yang terpejam kadang-kadang terbuka dan tampak sorot mata yang aku hapal sebagaimana sorot yang keluar dari mata Kiki waktu bercinta denganku. Sorot matanya sebagaimana itu. Sorot mata nikmat yang membungkus perasaannya. Sekian lama kemudian ia menjerit panjang sambil meracau..
"Ah.. Aku.. Aku orgasme, Rud!"

Sewaktu ia terdiam sambil menengadahkan wajahnya ke atas, tapi matanya masih terpejam. Kemudian ia melanjutkan gerakannya. Barangkali ia ingin mengulanginya dan aku gak keberatan sebab aku sama sekali belum merasakan akan sampai ke puncak kenikmatan itu. Sedapat mungkin aku juga menggoyangkan pinggulku agar dia merasakan kenikmatan yang maksimal. Jika tanganku gak aktif di buah dadanya, kususupkan di selangkangannya dan mencari daging kecil di atas lubang vaginanya, yang dipenuhi oleh penisku.
Meskipun Bu via seorang jagan dan telah punya anak, aku merasa lubang vaginanya, sebagaimana seorang ABG saja. Tetap rapat dan singset. Otot vaginanya seakan mencengkeram dengan kuat otot penisku. Maka gerakan pinggulnya untuk menaik turunkan bukit venus vaginanya menimbulkan kenikmatan yang luar biasa. Dan sejauh tersebut aku gak merasakan tagan-tagan lahar panasku akan meledak.
Bu Via emang luar biasa, ia sebagaimana tahu menjaga tempo permainannya agar aku dapat mengikuti caranya bermain. Ia sebagaimana tahu menjaga tempo agar aku gak cepat-cepat meledak. emang sama sekali gak ada gerakan liar. Yang dilakukannya adalah gerakan-gerakan lembut, tapi justru menimbulkan kenikmatan yang luar biasa, terutama sebab aku jarang bercinta dengan perempuan lembut sebagaimana itu. Sekian lama kemudian aku mendengar lagi ia meracau..

"Ah.. Ah.. tersebut yang kedua.. Rud, aku orgasme.. Uhh!" Di susul jeritan panjang melepas kenikmatan itu.
Tapi kemudian ia memintaku mengangkatnya ke ranjang, tanpa melepaskan penisku yang masih menancap di lubang vaginanya. Ia memintaku menidurkannya di ranjang tapi tak ingin melepaskan vaginanya dari penisku, yang sejauh tersebut sebagaimana mendekap amat erat. Kulakukan pemintaannya itu. Maka begitu ia telentang di ranjang, aku masih ada di atasnya. Penisku pun masih masuk penuh di dalam vaginanya.
Kami melanjutkan permainan cinta yang lembut tapi panas itu. Ktersebut aku berada di atas, maka aku lebih bebas bermanuver. Maka dengan gerakan sebagaimana yang sering kulakukan jika aku berhubungan seks dengan Kiki, cepat dan bertenaga, kulakukan juga hal itu pada Bu Via. Tapi sewaktu kemudian ia berbisik dengan mata yang masih terpejam..
"Pelan-pelan saja, Rud. Aku masih ingin orgasme".
Aku tersadar apa yang telah kulakukan. Maka ktersebut gerakanku pelan dan lembut sebagaimana permintaan Bu Via. Ktersebut erangan dan desahan patah-patahnya kembali terdengar. Ia menarik punggungku agar aku lebih dekat ke badannya. Aku maklum. Tentu ia ingin mendapatkan kenikmatan yang maksimal dari gesekan-gesekan bagian tubuh kami yang lain. Dan Bu Via emang benar, begitu dadaku bergesekan dengan buah dadanya, semakin besarlah sensasi kenikmatan yang kudapat. Kurasa demikian juga dengannya, sebab jeritannya berubah semakin santer. Apalagi waktu aku juga melumat bibir merahnya yang menganga, sebagaimana bibir vaginanya sebelum aku menusukkan penisku di situ. Meskipun jeritannya agak bekurang sebab ktersebut mulutnya sibuk saling melumat bersama mulutku, tapi aku semakin sering mendengar ia mengerang dan terengah-engah kenikmatan. Hingga beberapa waktu kemudian aku mendengar ia meracau sebagaimana sebelumnya..

"Aku.. Ah.. Aku.. Uh.. Yang ketiga.. Aku orgasme, Rud.. Ahh"
Setelah jeritan panjang itu, matanya terbuka. Tampak sorot matanya puas dan gembira. Kemudian ia berbisik terengah-engah..
"Aku.. Aku.. telah cukup, Rud. waktunya untuk kamu".
Aku tahu yang dia maksudkan, maka kemudian pelan-pelan semakin kugenjot gerakanku dan semakin bertenaga pula. Ia ktersebut membiarkanku melakukan itu. Kurasa Bu Via emang telah puas mendapatkan orgasme sampai tiga kali. Sekian lama kemudian kurasakan lahar panasku ingin meledak. Penisku berdenyut-denyut enak, menagani bahwa sebentar lagi akan ada ledakan dahsyat yang akan melambungkanku ke awang-awang. Maka aku berusaha menarik penisku dari lubang vaginanya yang nikmat itu. Tapi Bu Via menahan penisku dengan tangan lembutnya.
"Biarkan.. Biarkan.. Saja di vaginaku, Rud.. Aku ingin merasakan sensasi cairan hangat itu.. Di vaginaku.. Uhh.. Uhh".

Maka ketika lahar panas dari penisku benar-benar meledak, kubiarkan ia mengendap di sumur vagina milik Bu Via, dengan diiringi teriakan nikmatku.
Setelah itu, Bu Via memintaku untuk tetap berada di atas tubuhnya barang sewaktu. Dengan lembut ia menciumi bibirku dan tangannya mengusap-usap puting susuku. Aku juga melakukan hal yang sama dengan mengusap-usap buah dadanya yang waktu itu basah sebab keringat. Dan emang sensasi yang kurasakan luar biasa.
Cooling down yang diinginkan Bu Via itu membuatku merasa seakan-akan aku telah amat dekat dengan Bu Via. Aku merasa ia sebagaimana kekasihku yang telah sering dan amat lama bermain cinta bersama. Aku merasa amat dekat. Maka begitu aku merasa telah cukup, aku menarik penisku yang sebenarnya masih sedikit tegang dari lubang vaginanya. Tampak air muka Bu Via sedikit kacau. Wajahnya berkeringat dan anak rambutnya satu dua menempel di dahinya. Kami kemudian pergi ke kamar mandi pribadinya di kamar itu. Kamar mandinya juga wangi. Sambil bergurau, aku menggodanya..
"Ibu.. Justru kelihatan cantik setelah bercinta". Ia cuma tertawa mendengar gurauanku.
"emang setelah bercinta denganmu tadi, seluruh pori-poriku sebagaimana terbuka. Aku sedikit capai tapi merasa segar", jawabnya dengan berbinar-binar.

Ia tampaknya emang puas dengan permainan cinta kami. Di bawah shower, kami membersihkan diri dengan mandi bersama-sama. Kadang-kadang kami saling membersihkan satu sama lain. Ia membersihkan penisku dengan sabun dan aku membersihkan sekitar vaginanya juga. Ia tertawa geli waktu aku dengan halus mengusap-usap vaginanya dan rambut kemaluannya yang lebat itu.
Setelah itu, kami duduk-duduk saja di sofa di depan TV. Kami menonton TV, sambil mengobrol dan menikmati kopi panas yang ia buat. Tapi ia masih membiarkan pemutar CD-nya hidup. Kali tersebut suara Deep Forest yang juga mistis mengisi suasana ruangan itu.
"Kamu tadi luar biasa, Rud." katanya memujiku.
"Meskipun masih muda, kamu dapat bercinta dengan sabar. Aku sampai mendapat orgasme tiga kali". Ia tersenyum. Matanya berbinar-binar.
"Ah, itu juga sebab Ibu. Gerakan Ibu yang sabar dan lembut membuat saya juga terpengaruh."
Kami mengobrol sampai malam.
Ia kemudian berkata, "Menginap di stersebut saja, Rud. tersebut telah malam. Besok pagi-pagi sekali kamu dapat pulang." Setelah berpikir sejenak aku mengiyakan sarannya.
"Kalau begitu masukkan saja motormu di garasi" katanya sambil memberikan kunci garasi.
Maka aku turun untuk memasukkan motor tigerku ke garasi sebagaimana yang di sarankan Bu Via. Ketika aku naik kembali ke atas, ia telah berganti pakaian dengan gaun tidur terusan yang tipis dan halus, sehingga potongan tubuhnya tampak.

"Kopinya tambah lagi, Rud?" tanyanya.
Aku mengiyakan saja. waktu ia meraih cangkir kopi di meja, aku menangkap pemaganngan indah di balik pakaiannya yang tali pinggangnya gak diikat dengan ketat. Ia gak memakai bra-nya, sehingga buah dadanya yang tadi kunikmati, tampak dengan jelas. Mulus dan indah. Pemaganngan itu membuat aliran darahku berdesir kembali. Apalagi waktu aku mencium aroma parfum dari tubuhnya, lembut dan menggairahkan. Beda dengan aroma yang dia pakai sebelum kami berhubungan seks tadi.
Sewaktu kemudian ia telah kembali sambil membawa dua cangkir kopi. Tali pinggang pakaiannya yang semakin longgar membuat pemaganngan indah di baliknya semakin tampak. Apalagi waktu ia duduk, pakaiannya yang tersingkap menampakkan paha putih mulusnya, yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Serta sedikit bukit venus yang di pinggir celana dalamnya tersembul rambut yang menggairahkan. Kami kembali mengobrol.

Ia kemudian menatapku lama, sambil bertanya, "Kau gak capek, Rud?".
"gak", jawabku.
Sekali lagi ia menatapku lama lalu tangannya merangkul leherku dan sewaktu kemudian ia telah melumat bibirku kembali dengan lembut. Kali tersebut tanganku segera meraba buah dada di balik pakaiannya yang longgar yang sejak tadi telah menggodaku. Ia masih melumat bibirku waktu tangannya pelan-pelan membuka kancing kemejaku dan kemudian melanjutkannya dengan menarik resliting celanaku.

Begitu aku tinggal mengenakan celana dalam, ia juga melepas gaun tidurnya. Tinggallah kami berdua cuma memakai celana dalam. Kemudian aku menyambar buah dadanya. Maka semakin lama, seiring dengan jeritan kecilnya yang terpatah-patah, buah dadanya semakin kenyal dan mengeras. Ia menarik payudaranya dari mulutku. Kemudian tangannya menarik celana dalamku. Sejenak kemudian ia telah mengulum penisku yang sejak tadi juga telah tegang dan keras. Tapi yang dilakukannya gak lama.
Ia memintaku untuk tidur telentang di sofa. Lalu ia melepas celana dalamnya dan telungkup di atasku. Ia membelakangiku. Vaginanya yang telah mulai basah berlendir dan kelihatan merah didekatkannya di atas mulutku. Sedangkan ia segera menangkap penisku yang berdiri tegak dan mengulumnya. Maka kami bedua saling mengulum, saling menjilati dan saling menyedot. Kadang-kadang ia berhenti melakukan aksinya. Barangkali sebab ia lebih dikuasai oleh perasaan nikmat sebab lubang vaginanya yang merah segar serta klitorisnya kupermainkan dengan mulut dan lidahku. Ia mendesah mengerang terpatah-patah.
Setelah ia puas dan ingin segera memulai aksi puncak, ia menggeser pinggulnya menjauh dari mulutku, menuju penisku yang semakin lama kurasakan semakin keras. Tangannya menangkap penisku dan membimbingnya memasuki vaginanya. Dengan masih membelakangiku, ia menggoyang pinggulnya dengan lembut. Tapi sewaktu kemudian, ia berbalik menghadapku. Gerakannya waktu ia berbalik menimbukan gesekan pada penisku yang luar biasa. Membuat sensasi yang semakin nikmat. Maka dengan menghadapku ia melanjutkan gerakan spiral pinggulnya tetap dengan halus. Naik turun, maju mundur dan memutar. Aku juga berusaha menggerakkan pinggulku agar menimbulkan sensasi yang lebih nikmat. Maka semakin santerlah erangan dan desahan dari mulutnya yang terbuka, sambil matanya terpejam.
Suara-suara itu beriringan dengan lagu Deep Forest dari CD yang terus mengalun mistis. Tanganku yang semula memegangi pinggulnya di bawanya naik ke atas agar mempermainkan buah dadanya yang bergoyang-goyang mengikuti gerakan pinggulnya. Maka kemudian tanganku mempermainkan buah dadanya itu. Kuelus dan kupelintir kedua putingnya yang coklat kemerahan. Sekian lama kemudian ia menjerit sambil meracau..
"Uhh.. Uhh.. Aku orgasme.. Aku orgasme, Rud.. Ah.. Ahh.."
Setelah ia menjerit panjang menagani orgasmenya, ia membuka mata. Kemudian ia tidur menelungkup dengan beralaskan bantal sofa, dengan kedua kaki mengangkang terbuka, sehingga belahan vaginanya yang indah, merah dan basah berlendir tampak amat menggairahkan. Ia memintaku juga untuk menelungkup di atasnya.

Dengan kedua tanganku yang memegangi kedua buah dadanya sekaligus sebagai penahan berat badanku, aku menelungkup di atasnya. Dan kusodokkan dengan lembut penisku yang masih tegang dan keras ke lubang vaginanya dari arah belakang. Ktersebut aku yang harus lebih aktif, maka kugerakkan pinggulku maju mundur, naik turun. Bu Via masih terus mengerang dan mendesah terpatah-patah dengan mata yang terpejam. Tanganku juga tetap aktif mempermainkan buah dada dan puting susunya. Sedangkan mulutku kupakai untuk menelusuri lehernya yang jenjang dan halus. Sekian lama kemudian terasa lahar panasku akan meledak.

"Uhh.. Ahh sebentar lagi.. Sebentar lagi hampir..!", kataku terbata-bata.
"Uhh.. Uhh.. Aku juga, Rud. Jangan kau cabut penismu. Kita sama-sama.. Ahh.. Ahh"
Sewaktu kemudian kami sama-sama menjerit kecil, menagani puncak kenikmatan yang kami capai bersamaan. sebagaimana sebelumnya, Bu Via memintaku gak segera mencabut penisku. Matanya masih terpejam, tapi wajahnya tersenyum. Aku juga masih mempermainkan buah dadanya dengan lembut. Ia dengan lembut berkata..

"Aku bahagia sekali malam tersebut, Rud..", yang kemudian kujawab dengan kalimat yang sama.
Ia kemudian memintaku mencabut penisku dari lubang vaginanya. Lalu ia telentang dan mencium bibirku dengan lembut. Ia seterusnya meneguk kopi yang telah mulai dingin. Tampak bahwa ia kehausan setelah permainan seks yang indah itu. Dengan masih bertelanjang bulat, ia berjalan ke luar ruangan itu dan sewaktu kemudian membawa sebuah lap dan semprotan air untuk membersihkan spermaku dan lendir vaginanya yang tumpah di atas sofa. Aku membantunya membersihkan noda itu.
Setelah itu, sebagaimana seorang remaja yang sedang jatuh cinta, ia menuntunku menuju kamar mandi pribadinya untuk bersama-sama membersihkan diri. sebab kecapaian dan emang telah cukup malam, kami kemudian memutuskan untuk tidur. waktu aku kebingungan sebab aku memakai jeans dan kemeja yang tentu saja gak nyaman, Bu Via menyarankanku untuk tidur dengan celana dalam saja.
"telah, pakai celana dalam saja, biar suhu AC-nya kumtersebutmalkan", demikian katanya.
Aku menyetujuinya. Ia memintaku tidur di ranjangnya. Kulihat Bu Via juga cuma memakai gaun tidur halus dan tipis saja serta celana dalam tanpa mengenakan bra.

"Aku emang biasa begtersebut, Rud. Rasanya lebih nyaman dan bebas bernapas", katanya.
Di balik selimut, Bu Via memelukku dan menyaganrkan wajahnya di dadaku. Maka aku tersenyum saja waktu buah dadanya yang hangat dan lembut, yang menyembul keluar dari gaun tidurnya yang gak ditalikan dengan erat, sering terasa bergesekan dengan dadaku. Demikian juga dengan Bu Via.
Esoknya, pagi-pagi sekali HP-ku telah berbunyi. Kiki menghubungiku. emang begitu kebiasaannya, yang membuatku sering jengkel. Tapi jika kutegur, ia cuma akan tertawa-tawa saja. Kangen katanya. Begitu aku selesai bicara, Bu Via bertanya..
"Siapa, Rud? Pacarmu, ya?"

Ia cuma tersenyum ketika aku mengiyakan pertanyaannya. Kemudian ia bangkit dari ranjang. Tali gaun tidurnya yang terlepas memperlihatkan payudaranya yang mulus putih, serta bukit venusnya yang menonjol indah mengundang gairah. Ia membenahinya dengan tenang, sambil tersenyum melihatku terpana melihat pemaganngan itu. Kemudian ia ke kamar mandi. Segera terdengar suara yang mendesis, mengalahkan suara kran yang mengalir lambat. Bu Via sedang pipis rupanya. Mendengar suara sebagaimana itu timbul gairahku. Sewaktu kemudian ia keluar dari kamar mandi. Kemudian ia berbisik kepadaku..

"Kau gak ingin mengulang kenikmatan semalam, Rud?" Aku tersenyum memahami yang ia maksudkan.
"Sebentar, Bu..", jawabku sambil menuju ke kamar mandi, sebab ingin kencing.
Setelah itu kami mengulangi percintaan kami semalam. Badanku yang segar sebab tidur yang nyenyak semalam, membuatku bersemangat melayani gairah Bu Via yang juga tampak segar. Aku merasakan vaginanya lebih hangat dan justru beraroma lebih menggairahkan pada pagi setelah bangun tidur sebagaimana itu. Dan bau badannya juga lebih natural.

Kami bercinta sampai Bu Via mendapat orgasme tiga kali. Jadi selama bercinta denganku, Bu Via menikmati orgasme sebanyak delapan kali. Maka siangnya, ketika aku bertemu dengannya di kampus ia tampak amat gembira. Wajahnya berbinar dan kelihatan amat bergairah menjalani aktivitasnya hari itu.
Begitulah, ktersebut hampir setiap akhir pekan aku selalu mendapat SMS dari Bu Via yang bunyinya begtersebut: "Kau gak sibuk malam nanti kan, Rud? dapat datang ke rumah?" Maka setiap mendapat SMS sebagaimana itu segera selalu terbayang sesuatu yang menyenangkan yang akan kami lakukan bersama.
Setiap akhir pekan anaknya selalu bermalam di rumah sepupunya di luar kota sehingga Bu Via sendirian di rumah. Dan pembantunya juga pulang sebab cuma datang pada siang hari saja. Setiap aku mendapat SMS itu, aku juga segera menghapusnya agar gak terbaca oleh Kiki. Di kampus aku juga berusaha bersikap biasa saja dengan Bu Via.

Ia dosen yang baik dan dihormati oleh semua orang di kampus. Aku sedikitpun gak ingin merusak citranya. Dan ia pun seorang yang professional, meskipun di luar kami sering bercinta, ia tetap menghargaiku sebagai mahasiswanya dan ia tetap membimbing tugasku dengan serius. Sesuatu yang amat aku sukai. Bercinta dengannya bukan sekedar mendapat kepuasan libido, aku merasakan sesuatu yang lain. Entah apa itu.

Tamat


baca terus cerita cerita dewasa di www.jualterpercaya.co.cc

No comments:

Post a Comment