BAB I
KEADAAN UMUM
1.1.Kondisi
Wilayah
Peternakan kelinci ini berada di Bandungan
Dalam jalan kelinci yang berada di kota
Semarang, provinsi Jawa Tegah. Kondisi daerah tersebut
berada pada + 300 meter dari permukaan laut dan dikelilingi oleh
perkebunan. Daerah peternakan tersebut mempunyai hembusan angin yang cukup
kencang dengan suhu sekitar 28oC. Kondisi wilayah di peternakan daerah Bandungan
Dalam ini cukup baik dan kondusif. Akses jalan menuju
daerah tersebut dapat dilalui oleh kendaraan beroda dua dan empat, namun masuk
ke wilayah peternakannya hanya mampu dilalui dengan kendaraan beroda dua. Keadaan wilayah peternakan masih alami dan terkelola cukup baik. Peternakan tersebut berada tepat
dibelakang pemukiman penduduk yang berjarak sekitar 2 meter. Daerah tersebut dekat
dengan lahan kosong yang terdapat banyak rumput liar yang digunakan sebagai
lahan untuk pakan ternak. Daerah
tersebut adalah daerah yang padat penduduk yang sebagian besar bekerja sebagai
pedagang dan tani ternak karena dekat dengan pasar sehingga lebih mudah dalam
menjual hasil dari tani ternak mereka.
1.2. Keadaan Sosial Ekonomi
Masyarakat di wilayah Bandungan Dalam jalan
kelinci yang berada di kota Semarang ini
sebagian besar bermata pencaharian berdagang
dan berternak. Hal ini dikarenakan kondisi wilayah
yang strategis yaitu dekat dengan pasar sehingga lebih mudah dalam memasarkan
produk peternakan.Meskipun demikian ada juga masyarakat yang berternak sebagai
usaha sampingan.Kesadaran penduduk setempat akan pentingnya
pendidikan cukup baik. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya penduduk setempat
yang duduk di bangku sekolah mulai dari tingkat SD sampai SMA.Secara sosial ekonomicukup
memadai baik itu berupa sarana pendidikan, sarana komunikasi, sarana
peribadatan, sarana transportasi (sepeda motor, sepeda, mobil), sarana kesehatan, (puskesmas), sarana perekonomian (kios, pasar,
wisata, penginapan, rumah makan dan perdagangan),
maupun sarana air bersih yang cukup melimpah. Disekitar Wilayah
Bandungan penduduk dengan rata-rata pendidikan SMP, mengandalkan Peternakan
Kelinci sebagai mata pencahariannya dan juga sebagai petani sayuran karena wilayahnya
yang dekat dengan pasar Bandungan.
1.3.Kondisi
Peternakan
1.3.1.
Kondisi
Peternakan Jumino
Bapak Jumino memiliki
peternakan kelinci yang berada dibelakang rumahnya. Terdapat 31 ekor kelinci
yang terdiri dari beberapa indukan dan anakan. Kandangnya terbuat dari kayu dan
bambu, sedangkan alasnya menggunakan kerangka anyaman yang terbuat dari besi untuk
memudahkan sanitasi dan atapnya menggunakan seng. Tempat pakan terbuat dari
bambu yang dibelah menjadi dua sedangkan tempat minumnya terbuat dari plastik
seperti bentuk mangkok. Tinggi kandang dari permukaan tanah sekitar 40 cm
supaya mudah untuk melakukan
sanitasi.
1.3.2.
Kondisi
Peternakan Mugirin
Peternakan kelinci
milik Bapak Mugirin berada di
samping rumahnya. Terdapat 39 ekor kelinci yang terdiri dari beberapa indukan
dan anakan. Seperti kebanyakan peternak kelinci lainnya, Pak Mugirin membuat
kandang menggunakan kayu dan bambu sebagai kerangka, seng sebagai atap dan
anyaman besi untuk alas kandang serta jarak antara permukaan tanah dengan
kandang sekitar 30 cm. Sedangkan tempat pakan dan minum terbuat dari bahan
plastik supaya lebih tahan lama dan mudah dibersihkan.
1.3.3.
Kondisi
Peternakan Kaslan
Pak Kaslan memiliki 43
ekor kelinci yeng terdiri dari beberapa indukan dan anakan. Peternakan ini
berada di belakang rumahnya yang terbuat dari kayu dan bambu dengan tinggi
kandang sekitar 50 cm dari permukaan tanah. Atapnya terbuat dari seng sedangkan
alas kandang dan tempat pakan terbuat dari bambu serta tempat minum dari bahan
plastik. Dalam satu kandang dapat menampung 3 ekor kelinci dewasa. Kelinci
indukan dan anakan berada di kandang yang berbeda.
1.3.4.
Kondisi
Peternakan Minah
Terdapat 35 ekor
kelinci di kandang ibu Minah yang berada di samping rumahnya. Kandang tersebut
terbuat dari bambu sebagai kerangka, alas dan tempat pakan maupun minum.
Sedangkan atapnya mengunakan genteng yang terbuat dari tanah liat. Dalam satu
kandang dapat menampung 1 sampai 2 ekor kelinci yang dipisahkan sesuai dengan
umurnya. Tinggi kandang dari permukaan tanah sekitar 25 cm untuk memudahkan
sanitasi.
1.3.5.
Kondisi
Peternakan Yudi
Mas Yudi memiliki 12
ekor kelinci yang semuanya adalah anakan. Kandang kelinci tersebut berada di
depan rumahnya yang terbuat dari kayu. Anyaman seng sebagai alas, bambu sebagai
tempat pakan dan mangkok plastik sebagai wadah air minum. Dalam satu kandang
dapat menampung 3 sampai 4 ekor kelinci. Tinggi kandang dari permukaan tanah
sekitar 20 cm.
1.3.6.
Kondisi
Peternakan Tasman
Pak
Tasman memiliki 24 ekor kelinci yang terdiri dari beberapa indukan dan anakan.
Kandang kelinci tersebut berada di belakang rumahnya yang terbuat dari kayu dan
bambu. Seng digunakan sebagai atapnya dan anyaman besi sebagai alas kandang
serta mangkok plastik untuk wadah minum. Dalam satu kandang dapat berisi 2
sampai 3 ekor kelinci sesuai dengan umurnya. Tinggi kandang tersebut sekitar 40
cm dari permukaan tanah untuk memudahkan sanitasi.
1.4. Potensi Sumber Daya Alam
Kondisi
di Bandungan Dalam gang kelinci yang
berada di kota Semarangsangat berpoternsi untuk
usaha peternakan karena ketersediaan air yang cukup melimpah untuk memenuhi
kebutuhan ternak dan berada pada daerah dataran tinggi, masih tersedianya lahan
kosong yang cukup untuk menanam rumput untuk kebutuhan pakan ternak serta akses
transportasi yang mudah dijangkau. Jenis tanah yang subur memungkinkan berbagai
macam tumbuhan dan tanaman pangan maupun pakan dapat tumbuh dengan baik. selain
itu terdapat pabrik yang menghasilkan limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai
pakan ternak. Oleh karena itu peternak tidak khawatir atas kelangsungan hidup
ternaknya.
BAB II
PERUMUSAN MASALAH
2.1. Identifikasi
Masalah
1.4.1.
Peternakan
Jumino
Masalah
yang dihadapi oleh Pak Jumino
terhadap ternaknya adalah gudek atau penyakit kulit dan kembung. Penyakit ini merupakan
salah satu penyakit yang sering diderita oleh kelinci. Hal
ini sesuai dengan pendapat Subroto (2003) bahwa Penyakit yang biasa
diderita oleh kelinci ialah flu, kembung, scabies
(kudis) dan tidak nafsu makan. Scabies
dapat disebabkan faktor lingkungan yang kurang bersih
yang berpengarug terhadap kebersihan ternak terutama permukaan kulitnya. Scabies merupakan
penyakit yang dapat menginfeksi
kulit melalui
berbagai jenis kuman. Hal ini sesuai pendapat
Akoso (1996) yang menyatakan bahwa penyakit scabies adalah suatu peradangan
pada kulit yang bersifat akut pada kulit, penyakit ini sering dijumpai pada
kulit dan disebabkan oleh berbagai jenis kuman atau mikroplasma.
1.4.2.
Kondisi Peternakan Mugirin
Masalah yang dihadapi
oleh Pak Mugirin terhadap ternaknya adalah penyakit kudis. Penyakit kudis merupakan salah satu
penyakit umum yang sering menyerang ternak kelinci yang diakibatkan oleh
sanitasi yang kurang baik. Penyakit ini cepat menular karena disebabkan oleh
kutu kudis yang perkembang biakannya sangat cepat. Kutu kudis akan masuk
kedalam kulit dengan cara melubanginnya sehingga menimbulkan luka dan
gatal-gatal. Keadaan ini mengakibatkan ternak sering menggaruk-garukan tubuhnya
pada dinding kandang sehingga timbul koreng, badannya cepat kurus, tidak mau
makan dan akhirnya mati. Hal ini sesuai dengan pendapat Ermawati (2011) yang
menyatakan bahwa penyebab kudis adala kutu Sarcoptes
scabiei yang berkembang biak dengan bertelur. Kutu ini masuk dan melubangi atau
merusak lapisan kulit untuk bertelur, sehingga akan menimbulkan luka dan
gatal-gatal. Akibatnya timbul infeksi kulit karena ternak akan sering
manggaruk-garukan badannya pada dinding kandang sampai badannya dipenuhi dengan
koreng, badannya cepat kurus karena nafsu makan menurun dan akhirnya mati.
Ditambahkan oleh Kartadisastra (1994) yang menyatakan bahwa penyakit yang umum
dan paling sering menyerang ternak kelinci adalah Scabies, Coccidiosis, Pasteurellosis, dan Enteritis. Keempat penyakit ini umumnya disebabkan oleh kurangnya
perhatian terhadap sanitasi di lingkungan peternakan.
1.4.3.
Kondisi Peternakan Kaslan
Masalah yang
sering dialami Pak Kaslan pada peternakannya adalah kembung. Kebung dapat
diakibatkan oleh pemberian pakan yang kurang tepat. Pak Kaslan memberikan pakan
ampas tahu dan hijauan setiap hari. Namun pada saat pemberian pakan hijauan tidak pernah
melayukannya terlebih dahulu sehingga kandungan airnya masih cukup banyak dan
dapat menyebabkan kembung dan jika terus dibiarkan maka ternak bisa mati. Hal
ini sesuai dengan pendapat Belanger (1977) bahwa sebelum
diberikan pada ternak hijauan sebaiknya dilayukan terlebih dahulu dengan cara membiarkan/ diangin-anginkan
pada ruangan sekitar kandang. Ditambahkan oleh Blakely dan
Bade (1998) bahwa kembung (Bloat)
merupakan keadaan yang tidak sehat yang menimbulkan rasa tidak nyaman dan dapat
menimbulkan kematian ternak ruminansia.
1.4.4.
Kondisi Peternakan Minah
Masalah yang seing juga dihadapi oleh Bu Minah terhadap ternaknya adalah kudis dan kembung.
Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang sering diderita oleh kelinci
terutama kudis yang disebabkan oleh kutu yang berkembang biak pada kulit ternak
dengan cara melubanginya sehingga timbul rasa gatal dan ingin terus menggaruk. Kebradaan
kutu disebabkan oleh sanitasi lingkungan kandang yang kurang optimal sehingga
penyebaran kudu berlangsung cepat. Hal ini sesuai
dengan pendapat Subroto (2003) bahwa
Penyakit
yang biasa diderita oleh kelinci ialah flu, kembung, scabies (kudis) dan tidak nafsu makan. Ditambahkan oleh Kartadisastra (1994) yang menyatakan bahwa penyakit yang umum dan paling sering menyerang ternak
kelinci adalah Scabies, Coccidiosis,
Pasteurellosis, dan Enteritis.
Keempat penyakit ini umumnya disebabkan oleh kurangnya perhatian terhadap
sanitasi di lingkungan peternakan.
1.4.5.
Kondisi Peternakan Yudi
Masalah
yang dihadapi oleh Mas Yudi pada peternakan kelincinya adalah kembung dn
mencret. Penyakit ini diakibatkan pakan hijauan yang langsung diberikan tanpa
proses pelayuan sehingga mengakibatkan kembung. Penyakit kembung merupakan
penyakit yang membuat ternak tidak merasa nyaman dan mengakibatkan mencret. Hal
ini sesuai dengan pendapat Blakely dan
Bade (1998) bahwa kembung (Bloat)
merupakan keadaan yang tidak sehat yang menimbulkan rasa tidak nyaman dan dapat
menimbulkan kematian ternak ruminansia. Ditambahkan oleh Belanger
(1977) bahwa sebelum diberikan pada ternak hijauan
sebaiknya dilayukan terlebih dahulu dengan cara membiarkan/ diangin-anginkan
pada ruangan sekitar kandang. Zat toksik pada beberapa hijauan seperti adanya
HCN pada daun singkong dapat membahayakan kesehatan ternak. Melalui proses
pelayuan zat toksik yang terkandung pada hijauan dapat dikurangi. Selain itu
pelayuan dapat menurunkan kadar air hijauan yang sangat basah, dimana hijauan
yang basah dapat mengakibatkan kembung (Bloat) dan mencret (enteritis)
pada kelinci
1.4.6.
Kondisi Peternakan Tasman
Pada
peternakan Pak Tasman juga tidak jauh berbeda dengan peternakan sebelumnya,
dimana penyakit yang sering menyerang ternak kelincinya adalah penyakit kudis.
Penyakit ini dapat dikarenakan keadaan kandang yang sering lembab oleh air atau
kencing kelinci yang mempermudah timbulnya penyakit kudis. Hal
ini sesuai dengan pendapat Subroto (2003) bahwa Penyakit yang biasa
diderita oleh kelinci ialah flu, kembung, scabies
(kudis) dan tidak nafsu makan. Ditambahkan oleh pendapat Ermawati (2011) yang menyatakan bahwa keadaan
kandang yang lembab dapat memicu perkembangan atau timbulnya penyakit kubis.
2.2. Penetapan Masalah
Dari wawancara yang dilakukan pada 6 peternak kelinci, rata-rata permasalahan yang sering dialami peternak adalah penyakit kembung
dan scabies. Scabies
adalah suatu peradangan pada kulit yang bersifat akut pada kulit, penyakit ini
sering dijumpai pada kulit dan disebabkan oleh berbagai jenis kuman atau
mikoplasma. Hal ini sesuai dengan pendapat Ermawati (2011) yang
menyatakan bahwa penyebab kudis adala kutu Sarcoptes
scabiei yang berkembang biak dengan bertelur. Kutu ini masuk dan melubangi
atau merusak lapisan kulit untuk bertelur, sehingga akan menimbulkan luka dan
gatal-gatal. Akibatnya timbul infeksi kulit karena ternak akan sering
manggaruk-garukan badannya pada dinding kandang sampai badannya dipenuhi dengan
koreng, badannya cepat kurus karena nafsu makan menurun dan akhirnya mati. Sedangkan
kembung yaitu ketika musim hujan, intensitas sinar matahari tidak menentu
sehingga hijauan yang diberikan pada kelinci masih dalam keadaan basah (kadar
air tinggi) yang akhirnya dapat menyebabkan kematian. Hal
ini sesuai dengan pendapat Belanger (1977) bahwa sebelum
diberikan pada ternak hijauan sebaiknya dilayukan terlebih dahulu dengan cara membiarkan/ diangin-anginkan
pada ruangan sekitar kandang
sehingga kadar air tidak terlalu tinggi dan menyebabkan kematian pada ternak. Penyakit kembung sangat rentan menyerang anak-anak
kelinci yang belum lepas sapih (umur dibawah 1 bulan). Ciri-ciri
dari penyakit tersebut adalah nafsu
makan kelinci berkurang, badannya terlihat lemas, dan pada akhirnya kelinci
tersebut akan mengalami kematian yang mendadak. Hal ini sesuai dengan pendapat
Subroto (2003) yang menyatakan bahwa penyakit yang biasa diderita oleh kelinci
ialah flu, kembung, scabies (kubis) yang kemudian tidak nafsu makan sehingga
bisa menyebabkan ternak kelinci mati mendadak.
BAB
III
PEMECAHAN
MASALAH
3.1. Materi
Penyuluhan
Materi yang
diberikan pada program penyuluhan setelah melakukan kunjungan lapangan kepeternakan
kelinci di daerah Bandungan Dalam dengan mengidentifikasi dan menetapkan
masalah yang sering ditemui peternak adalah penyakit kembung dan scabies. Sifat materi penyuluhan berisikan pemecahan masalah kesehatan ternak dan lingkungan sekitar kandang.
Pemeriksaan kesehatan ternak perlu dilakukan secara rutin agar produktivitas
ternak tidak terganggu. Scabies
adalah suatu peradangan pada kulit yang bersifat akut pada kulit, penyakit ini
sering dijumpai pada kulit dan disebabkan oleh berbagai jenis kuman atau
mikoplasma. Sedangkan ciri-ciri dari
penyakitkembung adalah nafsu makan kelinci berkurang, badannya terlihat
lemas, dan pada akhirnya kelinci tersebut akan mengalami kematian yang
mendadak.Subroto (2003) menyatakan bahwa penyakit yang biasa diderita oleh
kelinci ialah flu, kembung, scabies (kudis) yang kemudian tidak nafsu makan
sehingga bisa menyebabkan ternak kelinci mati mendadak.
3.2. Metode Penyuluhan
Metode
penyuluhan yang dilakukan adalah dengan pendekatan kelompok. Metode pendekatan
kelompok atau group approach menurut Setiana (2005) cukup efektif,
dikarenakan petani atau peternak dibimbing dan diarahkan secara kelompok untuk
melakukan sesuatu kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerja sama. Dalam
pendekatan kelompok banyak manfaat yang dapat diambil, di samping dari transfer
teknologi informasi juga terjadinya tukar pendapat dan pengalaman antar sasaran
penyuluhan dalam kelompok yang bersangkutan. Metode kelompok pada
umumnya berdaya guna dan berhasil guna tinggi. Metode ini lebih menguntungkan
karena memungkinkan adanya umpan balik, dan interaksi kelompok yang memberi
kesempatan bertukar pengalaman maupun pengaruh terhadap perilaku dan norma para
anggotanya. Menurut
Martanegara (1993), bahwa suatu
metode disebut efektif apabila dengan metode yang digunakan dalam suatu
kegiatan penyuluhan, tujuan yang diinginkan dapat tercapai.
3.3.
Media Penyuluhan
Media yang digunakan dalam kegiatan penyuluhan adalah poster. Sarwono (2002) menyatakan bahwa salah satu alat
peraga penyuluhan yang paling mudah diperoleh atau dibuat adalah yang berupa
benda. Alat peraga semacam ini terutama dimaksudkan untuk mepengaruhi pengetahuan
dan ketrampilan sasaran dalam tahap minat, menilai dan mencoba. Kelebihan dari media poster
adalah relatif tahan lama, dapat dibaca berulang-ulang, dapat
digunakan sesuai kecepatan belajar masing-masing, serta mudah dibawa. Kelemahan
media ini adalah proses penyampaian
sampai pencetakan butuh waktu relatif lama, sukar menampilkan gerak,
membutuhkan tingkat literasi yang memadai, cenderung membosankan bila padat dan
panjang (Diamin, 2012).
3.4. Evaluasi
Pemecahan masalah dalam penyuluhan ini dapat dilihat dari kemampuan
masyarakat dalam mengatasi berbagai masalah yang telah dialami. Diharapkan
dengan pemberian penyuluhan kepada masyarakat terjadi perubahan, dari mulai survey yang dilakukan dipeternakan tersebut sampai dengan setelah penyuluhan. Setelah penyuluhan terlaksana, dapat dilakukan evaluasi
kepada peternak dengan memberikan form
pertanyaan (kuesioner). Juga dapat melihat
peningkatan atau inovasi dalam pengelolaan peternakan dari masing-masing
peternak setelah penyuluhan selesai.
3.4.1. Pretest
Dalam metode
penyuluhan, pretest merupakan salah satu cara untuk mengetahui tingkat
pemahaman dari peternak terhadap peternakan yang dikembangkan. Tahapan pretest
ini dilakukan setelah adanya penyuluhan dengan penyampaian materi kepada peternak
dari penyuluh. Adapun contoh dari soal pretest yang bisa diberikan adalah
sebagai berikut :
a.
Jenis
pakan apa saja yang diberikan kepada kelinci?
b.
Bagaimana
sistem perkandangan yang baik untuk peternakan
kelinci?
c.
Penyakit
apa saja yang biasa menyerang ternak kelinci ?
d.
Bagaimana
pencegahan dan penanggulangan penyakit yang menyerang ternak kelinci?
e.
Apa saja
obat-obatan yang bisa dipakai untuk menyembuhkan ternak kelinci?
3.4.2. Posttest
Setelah pretest dilakukan dan adanya penerapan terhadap materi yang diberikan
saat penyuluhan, kemudian diadakannya postest yang merupakan bagian dari
tahapan evaluasi terhadap hasil akhir penyuluhan untuk melihat sejauh mana
pemahaman dan penerapan materi yang telah diberikan pada saat penyuluhan. Adapun
contoh dari soal postest yang bisa diberikan adalah sebagai berikut :
a.
Penyakit
apa saja yang sering menyerang ternak kelinci?
b.
Bagaimana
cara untuk mencegah penyakit tersebut?
c.
Tindakan
apa yang dilakukan oleh peternak untuk menyembuhkan penyakit yang menyerang ternak tersebut?
d.
Apa saja
obat-obatan yang bisa membantu menyembuhkan penyakit yang menyerang ternak
kelinci?
DAFTAR
PUSTAKA
Akoso, B.T. 1996. Kesehatan Kulit. Kanisius, Yogyakarta.
Blakely,
J. dan D. H.
Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Belanger,
J. 1977. Raising Small Livestock. Rodale Press. Inc. Book Division,
Emmaus,Pennsylavania 18049.
Diamin, E. 2011. Menuju Sertifikasi” :Membuat dan Menggunakan Media Penyuluhan Pertanian Level Supervisior”.http://media.kompasiana.com/buku/2011/11/23/menuju-sertifikasi-membuat-dan-menggunakan-media-penyuluhan-pertanian-level-supervisior/ (Diakses pada tanggal 13 November, 2012).
Mardiningsih, D. 2009. Efektivitas Penyuluhan Dengan Metode
Komunikasi Langsung Dalam Usaha Meningkatkan Pengetahuan Peternak. Hal 52-57.
Martanegara, Achmad B.D. 1993.Hubungan antaraKeefektifanMetode Penyuluhan dan
Karakteristik serta SikapPeternak terhadap Cara PemberianPakan padaSapiPerah.
LaporanPenelitian. FakultasPeternakan Unpad Bandung.
Sarwono, B.
2002. Kelinci Potong dan Hias Cetakan
Ke-1. Penerbit Agro Media Pustaka, Jakarta.
Setiana, L. 2005. Teknik Penyuluhan dan
Pemberdayaan Masyarakat. Ghalia
Indonesia Bogor.
Subroto, S. 2003. Beternak Kelinci. Aneka Ilmu. Semarang.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data
Responden
No
|
Nama
|
Umur
|
Pendidikan
|
Jumlah Ternak
|
Jumlah Keluarga
|
Masalah
|
Keterangan
|
1
|
Jumino
|
48
|
SMP
|
31
|
3
|
Penyakit
|
|
2
|
Mugirin
|
56
|
SD
|
39
|
4
|
penyakit
|
|
3
|
Kaslan
|
45
|
SMP
|
43
|
3
|
penyakit
|
|
4
|
Minah
|
40
|
SD
|
35
|
2
|
penyakit
|
|
5
|
Yudi
|
28
|
SMA
|
12
|
1
|
Pakan, penyakit
|
|
6
|
Taman
|
40
|
SMP
|
24
|
2
|
Penyakit
|
|
Lampiran
2. Kuisioner
I. Data Responden/Pemilik
Ø Nama :
Ø Umur :
Ø Pendidikan
Terakhir :
Ø Pekerjaan
utama :
Ø Pekerjaan
sampingan :
II. Usaha Ternak
Ø Modal :
Ø Jenis komoditas
ternak :
Ø Jumlah ternak :
Ø Asal bibit :
Ø Harga bibit :
Ø Sistem pemeliharaan :
Ø Biaya produksi,
meliputi
- Harga pakan :
- Listrik :
Ø Pendapatan yang
diperoleh :
III. Pemeliharaan
Ø Asal pakan :
Ø Pakan yang diberikan :
Ø Cara pemberian pakan :
Ø Waktu pemberian pakan
- pagi :
- sore :
Ø Pemberian vaksin :
Ø Penyakit yang pernah
di derita :
IV. Perkandangan
Ø Luas kandang :
Ø Tipe kandang :
Ø Kapasitas kandang :
Ø Biaya pembuatan :
Ø Bahan pembuat kandang :
Ø Sanitasi kandang :
V. Pemasaran
Ø Tempat pemasaran :
Ø Harga penjualan :
Ø Transportasi :
No comments:
Post a Comment