BAB I
HASIL
DAN PEMBAHASAN
1.1. Silase
Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Silase
Rumput Gajah.
Kriteria
|
Minggu 1
|
Minggu 2
|
`Minggu 3
|
|
|
Karak-teristik
|
Karak-teristik
|
Karak-teristik
|
Skor
|
Bau
|
Asam
|
sedang
|
busuk
|
3
|
Tekstur
|
Masih seperti bahan asal
|
Sedang
|
Lembek
|
3
|
Warna
|
Hijau
|
Seperti daun direbus
|
Hijau kecoklatan
|
6
|
Jamur
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Banyak
|
1
|
Penggumpalan
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Seluruh
|
3
|
pH
|
7,77
|
6,93
|
8,45
|
1
|
Silase merupakan salah satu teknik
pengawetan hijauan pakan ternak untuk mengatasi kekurangan pakan di musim
kering dengan prinsip pemeraman dalam
kondisi anaeob. Hal ini sesuai dengan
pendapat Syarifuddin (2001) bahwa proses ensilase terjadi dalam kondisi anaerob
karena bakteri yang bekerja dalam memproduksi asam laktat adalah bakteri
anaerob. Kualitas silase dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu asal atau jenis
hijauan, temperatur penyimpanan, dan lama penyimpanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Regan (1997) yang menyatakan bahwa
faktor-faktor yang mepengaruhi kualitas silase adalah jenis hijauan, suhu
pemeraman, lama pemeraman, tingkat
pelayuan sebelum ensilase, umur tanaman, bahan pengawet, panjang pemotongan,
dan kepadatan hijauan dalam silo.
1.1.1. Bau
Berdasarkan praktikum pengujian bau
diperoleh bahwa pada minggu ke-1, 2 dan 3 berbau busuk. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Syarifuddin (2001) yang menyatakan bahwa bau
asam dapat dijadikan sebagai indikator untuk melihat keberhasilan proses
ensilase, sebab untuk keberhasilan proses ensilase harus dalam suasana asam.
Bau busuk pada proses ensilase terjadi karena masih terdapat oksigen saat
pemadatan hijauan dalam silo sehinga dapat mengganggu proses dan hasil
yang diperoleh. Hal ini sesuai dengan pendapat Reksohadiprodjo (1998) yang
menyatakan bahwa oksigen dalam proses ensilase dapat mempengaruhi proses dan hasil yang diperoleh
karena proses respirasi hijaun akan tetap berlangsung selama masih tersedia
oksigen. Respirasi tersebut dapat meningkatkan kehilangan bahan kering,
menganggu proses ensilase, menghilangkan nutrisi dan kestabilan silase.
1.1.2. Tekstur
Berdasarkan
hasil pengamatan terhadap tektur silase diketahui bahwa pada minggu ke-1, ke-2 dan ke-3 teksturnya kasar seperti bahan
asal karena proses ensilase adalah proses pengawetan sehingga hasil awetan yang
berhasil harus mempunyai tekstur yang sama dengan bahan asal. Hal ini sesuai dengan
pendapat Syarifuddin (2001) yang menyatakan bahwa silase adalah hasil
pengawetan melalui proses pemeraman sehingga silase yang berhasil harus awet
dalam bentuk dan teksturnya. Siregar (1996) menambahkan bahwa secara umum
silase yang baik mempunyai ciri-ciri yaitu tekstur masih jelas seperti asalnya.
1.1.3. Warna
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan
hasil bahwa warna silase pada minggu ke-1, ke-2,warnanya hijau pucat seperti
daun direbus danpadaminggu ke-3 memiliki warna hijau seperti daun direbus.
Warna hijau pucat pada silase yang terjadi dikarenakan kandungan kadar air
dalam rumput gajah yang dimampatkan dalam suasana anaerob sehingga tidak
terjadi proses fotosintesis dan menyebabkan warna menjadi hijau pucat atau
kekuningan. Hal ini sesuai dengan pendapat Melayu (2010) bahwa ciri silase yang
baik berwarna hijau atau hijau kekuningan. Menurut Reksohadiprodjo (1998) perubahan warna yang terjadi pada tanaman yang mengalami proses ensilase yang disebabkan oleh perubahan yang terjadi dalam tanaman
karena proses respirasi aerobik yang berlangsung selama persediaan oksigen masihada,
sampai gula tanaman habis.
1.1.4. Jamur
Berdasarkan praktikum yang telah
dilaksanakan pada minggu ke-2, dan 3 ada sedikit jamur. Hal ini disebabkan
karena kurangnya pemadatan hijauan dalam plastik sehingga udara
dapat masuk menyebabkan timbulnya jamur. Hal ini sesuai dengan pendapat
Regan (1997) yang menyatakan bahwa kualitas
silase yang baik dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : asal atau jenis
hijauan, temperatur penyimpanan, tingkat pelayuan sebelum pembuatan silase,
tingkat kematangan atau fase pertumbuhan tanaman, bahan pengawet, panjang pemotongan,
dan kepadatan hijauan dalam silo. Melayu (2010) menambahkan bahwa pemberian
bahan tambahan (asam-asam organik, molases, garam, tepung shorgum, onggok)
bertujuan untuk mencegah tumbuh jamur dan bakteri pembusuk, kriteria
silase yang baik yaitu tidak terdapat
jamur.
1.1.5. Penggumpalan
Berdasarkan hasil praktikum diketahui
bahwa pada minggu ke-1 sampai minggu ke-2 tidak terjadi penggumpalan sedangkan pada
minggu ke-3 terdapat penggumpalan pada tepi karena proses pelayuan tidak
dilakukan sehingga kadar air silase tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa silase hasil
praktikum termasuk kurang bagus karena pada minggu ke-3 terjadi penggumpalan.
Menurut Syarifuddin (2001) yang menyatakan bahwa hijauan harus dilayukan
terlebih dahulu sampai mencapai kadar air normal yaitu 60-65% sebelum dilakukan proses ensilase. Ditambahkan oleh Melayu (2010) yang menyatakan bahwa
silase yang baik teksturnya kering, apabila dipegang terasa lembut dan empuk serta
tidak terjadi penggumpalan.
1.1.6. pH
Berdasarkan hasil praktikum diketahui
bahwa pada mingu ke-1 pHnya 7,22, minggu ke-2 pHnya 7,39, dan minggu ke-3 pHnya
7,43. Hal ini dikarenakan masih adanya udara dalam silo yang menyebabkan
populasi jamur meningkat. Syarifuddin (2001) menyatakan bahwa udara dalam silo
akan meningkatkan populasi yeast atau jamur yang menyebabkan meningkatnya pH
dan suhu dalam silo. Hal ini tidak Sesuai dengan pendapat Kartadisastra (1997)
yang menyatakan bahwa silase yang baik memiliki pH 4,2-4,8. Tingginya pH
silase yang dihasilkan sesuai dengan pendapat Crowder dan Chheda (1982) bahwa
tingginya nilai pH silase yang dibuat didaerah tropis dibanding dengan nilai pH
silase yang dibuat di daerah temperate disebabkan oleh rumput tropis pada
umumnya berbatang, serat kasarnya tinggi, dan kandungan karbohidratnya rendah.
1.2. Amoniasi
Tabel 2. Data Hasil Pengamatan Amoniasi Jerami Jagung.
Kriteria
|
Minggu 0
|
Minggu 1
|
Minggu 2
|
`Minggu 3
|
|
|
Karak-teristik
|
Karak-teristik
|
Karak-teristik
|
Karak-teristik
|
Skor
|
Bau
|
Khas
|
amoniak
|
Amoniak sedang
|
Aminiak menyengat
|
9
|
Tekstur
|
Kasar
|
Masih seperti bahan asal
|
Lembut Sedang
|
Lembek
|
6
|
Warna
|
Kuning kecoklatan
|
Kuning kecoklatan
|
Hijau kecoklatan
|
Hijau
|
9
|
Jamur
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Banyak
|
9
|
Penggumpalan
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
Tidak ada
|
tepi
|
>9
|
pH
|
-
|
8,03
|
8,45
|
8,23
|
>9
|
Amoniasi adalah suatu proses
pengawetan yang dilakukan terhadap bahan pakan seperti jerami untuk dapat
dimanfaatkan ketika terjadi musim kemarau, amoniasi ini menggunakan urea
sebagai media untuk proses amonisai. Hal ini sesuai dengan pendapat
Kartadisaatra (1997) yang menyatakan bahwa urea merupakan salah satu sumber amoniak (NH3)
berbentuk padat, selain NH3 dalam bentuk gas cair, dan NH4OH
dalam bentuk cairan yang biasa digunakan dalam pengolahan jerami padi segar
menjadi jerami hasil olahan yang biasa disebut jerami amoniasi. Keberhasilan dalam proses pembuatan amoniasi
dapat dilihat dari berbagai sisi, antara lain bau, warna,tekstur, dan jamur.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarsih (2003) yang
menyatakan bahwa ciri amoniasi yang
baik yaitu dapat dilihat bagian tekstur
yang berubah menjadi lebih lunak dan kering. Jerami jagung
hasil amoniasi lebih lembut dibandingkan jerami asalnya.
1.2.1. Bau
Berdasarkan hasil praktikum diketahui
bahwa pada minggu ke-1, 2 dan 3 dan amonia menyengat. Urea merupakan sumber amonia yang menyebabkan bau jerami amoniasi menjadi
busuk akibat pemeraman pada jangka waktu tertentu, selain itu urea menyebabkan bau amonia yang merupakan hasil reaksi antara
urea dengan jerami. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarsih (2003) yang menyatakan
bahwa ciri amoniasi yang baik yaitu
bau yang khas amonia. Ditambahkan oleh Mustang (2009) bahwa amonia berperan memuaikan
serat selulosa. Pemuaian selulosa akan memudahkan penetrasi enzim selulase dan
peresapan nitrogen, sehingga meningkatkan kandungan protein kasar jerami jagung.
1.2.2. Tekstur
Berdasarkan pengamatan yang telah
dilakukan tekstur dari hasil amoniasi pada minggu ke-1 seperti bahan asal, pada
minggu ke-2 berubah menjadi sedikit lembek dan pada minggu ke-3 tekstur menjadi
lembek. Perubahan tekstur tersebut diakibatkan oleh adanya penguraian ikatan
serat pada jerami jagung oleh amonia, sehingga tekstur dari jerami jagung
amoniasi berubah dari kasar atau keras menjadi lembek akibat adanya proses
amoniasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarsih
(2003) yang menyatakan bahwa ciri
amoniasi yang baik yaitu tekstur berubah menjadi lebih lunak dan kering. Jerami jagung hasil amoniasi lebih lembut dibandingkan
jerami asalnya. Murni et al. (2008) menambahkan bahwa
perubahan yang terjadi pada amoniasi jerami jagung terutama pada bagian teksturnya merupakan hasil dari adanya reaksi
antara sampel pakan dengan urea.
1.2.3. Warna
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh
hasil yaitu warna pada minggu ke-1,
minggu ke-2 dan minggu ke-3 berwarna coklat kehitaman. Perubahan warna tersebut akibat adanya penambahan ammonia pada
jerami jagung yang diperam pada kondisi anaerob. Menurut Sumarsih (2003) bahwa ciri amoniasi yang baik yaitu berwarna kecoklat-coklatan seperti bahan asal. Menurut Murni et
al. (2008) bahwa dalam proses penyimpanan dan penempatan merupakan salah
satu hal yang penting dalam pembuatan amoniasi, karena bila salah penempatan
maka berpengaruh terhadap jumlah kadar air, bau, dan warnanya, terutama bila jerami tersebut ditumpuk di
udara terbuka dan terkena air hujan maka akan terjadi proses pelapukan
(dekomposisi).
1.2.4. Jamur
Berdasarkan pengamatan yang telah dilaksanakan tidak terdapat jamur pada
minggu ke-1 sampai minggu ke-3. Jerami amoniasi tidak
terdapat jamur menunjukkan bahwa pembuatan amoniasi jerami jagung tersebut berhasil dan jerami jagung amoniasi yang
dihasilkan tidak rusak sehingga layak untuk diberikan pada ternak. Penambahan
urea sebagai sumber amonia pada jerami jagung dalam kondisi anaerob juga dapat
digunakan sebagai cara pengawetan jerami agar tidak ditumbuhi jamur. Sesuai dengan pendapat
Sumarsih (2003) yang menyatakan bahwa ciri amoniasi yang baik yaitu tidak terdapat
jamur. Ditambahkan oleh Rahardi (2009) bahwa manfaat
amoniasi adalah meningkatkan NH3 pada cairan rumen, memberikan bahan
nitrogen yang positif, menghambat pertumbuhan jamur, dan memusnahkan.
1.2.5. Penggumpalan
Berdasarakan hasil praktikum diketahui
bahwa pada jerami jagung amoniasi di minggu ke-1 sampai minggu ke-2 tidak
terjadi penggumpalan sedangkan pada minggu ke-3 terjadi sedikit penggumpalan yang
berada pada tepi, hal ini mungkin dikarenakan terdapatnya air yang berlebih
yang berada dibagian tepinya, sehingga terjadi penggumpalan, penggumpalan ini
tidak terjadi pada bagian tengahnya. Secara umum menunjukkan bahwa amoniasi
jerami yang dilakukan memiliki kualitas yang baik. Hal
ini sesuai dengan pendapat Sumarsih (2003) yang menyatakan bahwa ciri amoniasi yang baik yaitu tidak terjadi
penggumpalan, tidak berlendir dan pH yang dihasilkan sekitar 8. Kartadisastra (1997) menyatakan bahwa untuk mencegah terjadinya
kerusakan seperti penggumpalan pada jerami amoniasi yang akan disimpan dalam jangka lama maka
jerami amoniasi tersebut harus dijemur dan dikeringkan di panas matahari selama
kurang lebih satu minggu hingga kadar air mencapai 20 %.
BAB II
KESIMPULAN
2.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum
dapat disimpulkan bahwa silase rumput gajah
termasuk dalam kriteria kurang baik dan amoniasi jerami jagung termasuk dalam kriteria baik. Hasil silase rumput
gajah menunjukkan bau yang khas rumput gajah, memiliki tekstur seperti bahan asal, warna hijau kecoklatan, menunjukkan
adanya sedikit jamur dan menggumpal menyeluruh. Hasil
amoniasi jerami jagung yaitu berbau asam, bertekstur seperti hijaun segar, warnanya coklat
kehitaman,
tidak terdapat jamur dan penggumpalan pada
tepi.
2.2. Saran
Teknologi pembuatan silase ini
sebaiknya lebih diperhatikan untuk menciptakan suasana anaerob dan suasana
asam, agar kualitas silase yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik.
Pembuatan amoniasi, pemberian urea sesuai dengan kadar dosis yang ditentukan
agar jerami tidak menggumpal pada proses amoniasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Kartadisastra, H. R. 1997.
Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia. Penerbit Kanisius, Jakarta.
Melayu, S.R. 2010. Pembuatan Silase Hijauan. Universitas Andalas. Sumatra
Barat.
Murni, R., Suparjo, Akmal dan B. L. Ginting. 2008. Teknologi pemanfaatan
Limbah untuk pakan. Laboratorium Makanan Ternak fakultas Peternakan
Universitas, Jambi. (http://jojo.files.wordpress.com).
Mustang. 2009. Amoniasi Meningkatkan Pakan Ternak .http://www.mustang89.com/artikel-peternakan/146-amoniasi meningkatkan-kualitas-pakan-ternak.
Regan, C.S. 1997. Forage Concervation in The Wet Dry
Tropics for Small Landholder.
Reksohadiprodjo, S. 1994. Produksi Tanaman Hijauan
Makanan Ternak Tropik. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi (BPFE) UGM, Yogyakarta.
Reksohadiprodjo, S. 1998. Pakan Ternak
Gembala. BPFE, Yogyakarta.
Siregar,
M. E. 1996. Produksi dan Nilai Nutrisi Tiga Jenis Rumput Pennisetum dengan
Sistem potong Angkut. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Jilid. I. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.
Sumarsih, S Dan B. I. M.
Tampoebolon. 2003. Pengaruh Aras Urea Dan Lama Pemeraman Yang Berbeda Tehadap
Sifat Fisik Eceng Gondok Teramoniasi. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. 4:
298-301.
Sumarsih, S dan Bambang Waluyo, H.E.P. 2002.
Pengaruh Pemberian Tetes Dan Lama PemeramanYang Berbeda Terhadap Protein Kasar
Dan Serat Kasar Hijauan Shorgum. Fakultas Peternakan UNDIP. Semarang.
Syarifuddin,
N. A. 2001. Karakteristik dan Persentase Keberhasilan Silase Rumput Gajah pada
Berbagai Umur Pemotongan. Fakultas Pertanian Universtas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.
LAMPIRAN
Lampiran
1.PerhitunganPenambahan Air
Kadar Air yang dibutuhkan =
65% =
0,65
(100 + a) = (15,3+ a).1
65 +
0,65 a = 15,3 +a
49,7 = 0,35 a
a = 142 ml
Jadi air yang dibutuhkanadalah 142 ml
No comments:
Post a Comment