Thursday, September 19, 2013

LAPORAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN PAKAN




BAB I
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.1.  Silase
Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Silase Rumput Gajah.
Kriteria
Minggu 1
Minggu 2
`Minggu 3


Karak-teristik
Karak-teristik
Karak-teristik
Skor
Bau
Asam
sedang
busuk
3
Tekstur
Masih seperti bahan asal
Sedang
Lembek
3
Warna
Hijau
Seperti daun direbus
Hijau kecoklatan
6
Jamur
Tidak ada
Tidak ada
Banyak
1
Penggumpalan
Tidak ada
Tidak ada
Seluruh
3
pH
7,77
6,93
8,45
1

Silase merupakan salah satu teknik pengawetan hijauan pakan ternak untuk mengatasi kekurangan pakan di musim kering dengan prinsip pemeraman  dalam kondisi anaeob.  Hal ini sesuai dengan pendapat Syarifuddin (2001) bahwa proses ensilase terjadi dalam kondisi anaerob karena bakteri yang bekerja dalam memproduksi asam laktat adalah bakteri anaerob. Kualitas silase dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu asal atau jenis hijauan, temperatur penyimpanan, dan lama penyimpanan.  Hal ini sesuai dengan pendapat  Regan (1997) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mepengaruhi kualitas silase adalah jenis hijauan, suhu pemeraman,  lama pemeraman, tingkat pelayuan sebelum ensilase, umur tanaman, bahan pengawet, panjang pemotongan, dan kepadatan hijauan dalam silo.

1.1.1.   Bau
Berdasarkan praktikum pengujian bau diperoleh bahwa pada minggu ke-1, 2 dan 3 berbau busuk. Hal ini  tidak sesuai dengan pendapat  Syarifuddin (2001) yang menyatakan bahwa bau asam dapat dijadikan sebagai indikator untuk melihat keberhasilan proses ensilase, sebab untuk keberhasilan proses ensilase harus dalam suasana asam. Bau busuk pada proses ensilase terjadi karena masih terdapat oksigen  saat  pemadatan hijauan dalam silo sehinga dapat mengganggu proses dan hasil yang diperoleh. Hal ini sesuai dengan pendapat Reksohadiprodjo (1998) yang menyatakan bahwa oksigen dalam proses ensilase dapat   mempengaruhi proses dan hasil yang diperoleh karena proses respirasi hijaun akan tetap berlangsung selama masih tersedia oksigen. Respirasi tersebut dapat meningkatkan kehilangan bahan kering, menganggu proses ensilase, menghilangkan nutrisi dan kestabilan silase.

1.1.2.   Tekstur
            Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tektur silase diketahui bahwa pada minggu ke-1,  ke-2 dan ke-3 teksturnya kasar seperti bahan asal karena proses ensilase adalah proses pengawetan sehingga hasil awetan yang berhasil harus mempunyai tekstur yang sama dengan bahan asal. Hal ini sesuai dengan pendapat Syarifuddin (2001) yang menyatakan bahwa silase adalah hasil pengawetan melalui proses pemeraman sehingga silase yang berhasil harus awet dalam  bentuk dan teksturnya.  Siregar (1996) menambahkan bahwa secara umum silase yang baik mempunyai ciri-ciri yaitu tekstur masih jelas seperti asalnya.

1.1.3.   Warna
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil bahwa warna silase pada minggu ke-1, ke-2,warnanya hijau pucat seperti daun direbus danpadaminggu ke-3 memiliki warna hijau seperti daun direbus. Warna hijau pucat pada silase yang terjadi dikarenakan kandungan kadar air dalam rumput gajah yang dimampatkan dalam suasana anaerob sehingga tidak terjadi proses fotosintesis dan menyebabkan warna menjadi hijau pucat atau kekuningan. Hal ini sesuai dengan pendapat Melayu (2010) bahwa ciri silase yang baik berwarna hijau  atau  hijau kekuningan. Menurut Reksohadiprodjo (1998) perubahan warna yang terjadi pada tanaman yang mengalami proses ensilase yang  disebabkan oleh perubahan yang terjadi dalam tanaman karena proses respirasi aerobik yang berlangsung selama persediaan oksigen masihada, sampai gula tanaman  habis.






1.1.4.   Jamur
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan  pada minggu ke-2, dan 3 ada sedikit  jamur. Hal ini  disebabkan karena kurangnya pemadatan hijauan dalam plastik sehingga  udara  dapat masuk menyebabkan timbulnya jamur. Hal ini sesuai dengan pendapat Regan (1997) yang menyatakan bahwa kualitas  silase yang baik dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : asal atau jenis hijauan, temperatur penyimpanan, tingkat pelayuan sebelum pembuatan silase, tingkat kematangan atau fase pertumbuhan tanaman, bahan pengawet, panjang pemotongan, dan kepadatan hijauan dalam silo. Melayu (2010) menambahkan bahwa pemberian bahan tambahan (asam-asam organik, molases, garam, tepung shorgum, onggok) bertujuan untuk mencegah tumbuh jamur dan bakteri pembusuk,  kriteria  silase yang baik  yaitu tidak terdapat jamur.

1.1.5.   Penggumpalan
Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa pada minggu ke-1 sampai minggu ke-2 tidak terjadi penggumpalan sedangkan pada minggu ke-3 terdapat penggumpalan pada tepi karena proses pelayuan tidak dilakukan sehingga kadar air silase tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa silase hasil praktikum termasuk kurang bagus karena pada minggu ke-3 terjadi penggumpalan. Menurut Syarifuddin (2001) yang menyatakan bahwa hijauan harus dilayukan terlebih dahulu sampai mencapai kadar air normal yaitu 60-65%  sebelum dilakukan proses ensilase. Ditambahkan oleh Melayu (2010) yang menyatakan bahwa silase yang baik teksturnya kering, apabila dipegang terasa lembut dan empuk serta tidak terjadi penggumpalan.


1.1.6.   pH
Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa pada mingu ke-1 pHnya 7,22, minggu ke-2 pHnya 7,39, dan minggu ke-3 pHnya 7,43. Hal ini dikarenakan masih adanya udara dalam silo yang menyebabkan populasi jamur meningkat. Syarifuddin (2001) menyatakan bahwa udara dalam silo akan meningkatkan populasi yeast atau jamur yang menyebabkan meningkatnya pH dan suhu dalam silo. Hal ini tidak Sesuai dengan pendapat Kartadisastra (1997) yang menyatakan bahwa silase yang baik memiliki pH 4,2-4,8. Tingginya pH silase yang dihasilkan sesuai dengan pendapat Crowder dan Chheda (1982) bahwa tingginya nilai pH silase yang dibuat didaerah tropis dibanding dengan nilai pH silase yang dibuat di daerah temperate disebabkan oleh rumput tropis pada umumnya berbatang, serat kasarnya tinggi, dan kandungan karbohidratnya rendah.

1.2.  Amoniasi
Tabel 2. Data Hasil Pengamatan Amoniasi Jerami Jagung.
Kriteria
Minggu 0
Minggu 1
Minggu 2
`Minggu 3


Karak-teristik
Karak-teristik
Karak-teristik
Karak-teristik
Skor
Bau
Khas
amoniak
Amoniak sedang
Aminiak menyengat
9
Tekstur
Kasar
Masih seperti bahan asal
Lembut Sedang
Lembek
6
Warna
Kuning kecoklatan
Kuning kecoklatan
Hijau kecoklatan
Hijau
9
Jamur
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Banyak
9
Penggumpalan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
tepi
>9
pH
-
8,03
8,45
8,23
>9

            Amoniasi adalah suatu  proses pengawetan yang dilakukan terhadap bahan pakan seperti jerami untuk dapat dimanfaatkan ketika terjadi musim kemarau, amoniasi ini menggunakan urea sebagai media untuk proses amonisai. Hal ini sesuai dengan pendapat Kartadisaatra (1997) yang menyatakan bahwa urea merupakan salah satu sumber amoniak (NH3) berbentuk padat, selain NH3 dalam bentuk gas cair, dan NH4OH dalam bentuk cairan yang biasa digunakan dalam pengolahan jerami padi segar menjadi jerami hasil olahan yang biasa disebut jerami amoniasi. Keberhasilan dalam proses pembuatan amoniasi dapat dilihat dari berbagai sisi, antara lain bau, warna,tekstur, dan jamur. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarsih (2003) yang menyatakan bahwa ciri amoniasi yang baik yaitu dapat dilihat bagian  tekstur yang berubah menjadi lebih lunak dan kering. Jerami jagung hasil amoniasi lebih lembut dibandingkan jerami asalnya. 

1.2.1.   Bau
Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa pada  minggu ke-1, 2 dan 3  dan amonia menyengat. Urea merupakan sumber amonia yang menyebabkan bau jerami amoniasi menjadi busuk akibat pemeraman pada jangka waktu tertentu, selain itu urea menyebabkan bau amonia yang merupakan hasil reaksi antara urea dengan jerami. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarsih (2003) yang menyatakan bahwa ciri amoniasi yang baik yaitu bau yang khas amonia. Ditambahkan oleh Mustang (2009) bahwa amonia berperan memuaikan serat selulosa. Pemuaian selulosa akan memudahkan penetrasi enzim selulase dan peresapan nitrogen, sehingga meningkatkan kandungan protein kasar jerami jagung.

1.2.2. Tekstur
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan tekstur dari hasil amoniasi pada minggu ke-1 seperti bahan asal, pada minggu ke-2 berubah menjadi sedikit lembek dan pada minggu ke-3 tekstur menjadi lembek. Perubahan tekstur tersebut diakibatkan oleh adanya penguraian ikatan serat pada jerami jagung oleh amonia, sehingga tekstur dari jerami jagung amoniasi berubah dari kasar atau keras menjadi lembek akibat adanya proses amoniasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarsih (2003) yang menyatakan bahwa ciri amoniasi yang baik yaitu tekstur berubah menjadi lebih lunak dan kering. Jerami jagung hasil amoniasi lebih lembut dibandingkan jerami asalnya. Murni et al. (2008) menambahkan bahwa perubahan yang terjadi pada amoniasi jerami jagung terutama pada bagian  teksturnya merupakan hasil dari adanya reaksi antara sampel pakan dengan urea.

1.2.3.   Warna
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh hasil yaitu warna pada minggu ke-1,  minggu ke-2 dan minggu ke-3 berwarna coklat kehitaman. Perubahan warna tersebut akibat adanya penambahan ammonia pada jerami jagung yang diperam pada kondisi anaerob. Menurut Sumarsih (2003) bahwa ciri amoniasi yang baik yaitu berwarna kecoklat-coklatan seperti bahan asal. Menurut Murni et al. (2008) bahwa dalam proses penyimpanan dan penempatan merupakan salah satu hal yang penting dalam pembuatan amoniasi, karena bila salah penempatan maka berpengaruh terhadap jumlah kadar air, bau, dan warnanya, terutama bila jerami tersebut ditumpuk di udara terbuka dan terkena air hujan maka akan terjadi proses pelapukan (dekomposisi).


1.2.4.   Jamur
Berdasarkan pengamatan yang telah dilaksanakan tidak terdapat jamur pada minggu ke-1 sampai minggu ke-3. Jerami amoniasi tidak terdapat jamur menunjukkan bahwa pembuatan amoniasi  jerami jagung tersebut berhasil dan jerami jagung amoniasi yang dihasilkan tidak rusak sehingga layak untuk diberikan pada ternak. Penambahan urea sebagai sumber amonia pada jerami jagung dalam kondisi anaerob juga dapat digunakan sebagai cara pengawetan jerami agar tidak ditumbuhi jamur. Sesuai dengan pendapat Sumarsih (2003) yang menyatakan bahwa ciri amoniasi yang baik yaitu tidak  terdapat jamur. Ditambahkan oleh Rahardi (2009) bahwa manfaat amoniasi adalah meningkatkan NH3 pada cairan rumen, memberikan bahan nitrogen yang positif, menghambat pertumbuhan jamur, dan memusnahkan.

1.2.5.   Penggumpalan
Berdasarakan hasil praktikum diketahui bahwa pada jerami jagung amoniasi di minggu ke-1 sampai minggu ke-2 tidak terjadi penggumpalan sedangkan pada minggu ke-3 terjadi sedikit penggumpalan yang berada pada tepi, hal ini mungkin dikarenakan terdapatnya air yang berlebih yang berada dibagian tepinya, sehingga terjadi penggumpalan, penggumpalan ini tidak terjadi pada bagian tengahnya. Secara umum menunjukkan bahwa amoniasi jerami yang dilakukan memiliki kualitas yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarsih (2003) yang menyatakan bahwa ciri amoniasi yang baik yaitu tidak terjadi penggumpalan, tidak berlendir dan pH yang dihasilkan sekitar 8. Kartadisastra (1997) menyatakan bahwa untuk mencegah terjadinya kerusakan seperti penggumpalan pada jerami amoniasi yang akan disimpan dalam jangka lama maka jerami amoniasi tersebut harus dijemur dan dikeringkan di panas matahari selama kurang lebih satu minggu hingga kadar air mencapai 20 %.



BAB II
KESIMPULAN
2.1.      Kesimpulan
            Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa silase rumput gajah  termasuk dalam kriteria kurang baik dan amoniasi jerami jagung termasuk dalam kriteria baik. Hasil silase rumput gajah menunjukkan bau yang khas rumput gajah, memiliki tekstur seperti bahan asal, warna hijau kecoklatan, menunjukkan adanya sedikit jamur dan  menggumpal menyeluruh. Hasil amoniasi jerami jagung yaitu berbau asam, bertekstur seperti hijaun segar, warnanya coklat kehitaman, tidak terdapat jamur dan  penggumpalan pada tepi.

2.2.      Saran
Teknologi pembuatan silase ini sebaiknya lebih diperhatikan untuk menciptakan suasana anaerob dan suasana asam, agar kualitas silase yang dihasilkan mempunyai kualitas yang baik. Pembuatan amoniasi, pemberian urea sesuai dengan kadar dosis yang ditentukan agar jerami tidak menggumpal pada proses amoniasi.





DAFTAR PUSTAKA
Kartadisastra, H. R.  1997.  Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia. Penerbit Kanisius, Jakarta.

Melayu, S.R. 2010. Pembuatan Silase Hijauan. Universitas Andalas. Sumatra Barat.
Murni, R., Suparjo, Akmal dan B. L. Ginting. 2008. Teknologi pemanfaatan Limbah untuk pakan. Laboratorium Makanan Ternak fakultas Peternakan Universitas, Jambi. (http://jojo.files.wordpress.com).
Regan, C.S. 1997. Forage Concervation in The Wet Dry Tropics for Small Landholder.

Reksohadiprodjo, S. 1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi (BPFE) UGM, Yogyakarta.
Reksohadiprodjo, S. 1998. Pakan Ternak Gembala. BPFE, Yogyakarta.

Siregar, M. E. 1996. Produksi dan Nilai Nutrisi Tiga Jenis Rumput Pennisetum dengan Sistem potong Angkut. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Jilid. I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.

Sumarsih, S Dan B. I. M. Tampoebolon. 2003. Pengaruh Aras Urea Dan Lama Pemeraman Yang Berbeda Tehadap Sifat Fisik Eceng Gondok Teramoniasi. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. 4: 298-301.
                                                                                                            
Sumarsih, S dan Bambang Waluyo, H.E.P. 2002. Pengaruh Pemberian Tetes Dan Lama PemeramanYang Berbeda Terhadap Protein Kasar Dan Serat Kasar Hijauan Shorgum. Fakultas Peternakan UNDIP. Semarang.
Syarifuddin, N. A. 2001. Karakteristik dan Persentase Keberhasilan Silase Rumput Gajah pada Berbagai Umur Pemotongan. Fakultas Pertanian Universtas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.


LAMPIRAN
Lampiran 1.PerhitunganPenambahan Air
Kadar Air yang dibutuhkan    =
                                    65%     =
                        0,65 (100 + a)  = (15,3+ a).1
                        65 + 0,65 a      = 15,3 +a
                                    49,7     = 0,35 a
                                    a          = 142 ml
Jadi air yang dibutuhkanadalah 142 ml
















No comments:

Post a Comment