BAB
I
PENDAHULUAN
Pakan merupakan salah satu faktor
utama dalam kehidupan ternak. Pakan menjadi sumber energi ternak beraktivitas
dan memenuhi kebutuhan nutrisi lain seperti protein, lemak dan mineral. Pakan menjadi faktor yang harus diperhitungkan
susunan dan komposisi pemberiannya dalam usaha peternakan selain faktor
genetik.
Pengukuran kecernaan bahan kering dan
bahan organik secara In vitro merupakan cara untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme dalam retikulorumen
dan enzim dalam abomasum untuk mendegradasi pakan. Pengukuran kecernaan bahan
kering dan bahan organik dilakukan pada jerami jagung yang merupakan pakan umum
yang dikonsumsi oleh ternak rumiansia.
Jerami jagung yang di uji secara In
vitro akan tercerna dan meninggalkan residu yang dianggap sebagai pakan
yang tidak tercerna dalam lambung rumiansia.
Prinsip dan kondisi metode In Vitro sama dengan proses yang terjadi di dalam tubuh ternak
yang meliputi proses metabolisme dalam rumen dan abomasum.
Tujuan parktikum
ransum ruminansia adalah praktikan mampu menjelaskan proses degradasi bahan
kering dan bahan organik dalam lambung ternak ruminansia. Manfaat praktikum
ransum ruminansia adalah praktikan tahu dan mampu melakukan pengukuran
degradasi bahan kering dan bahan organik secaara enzimatik di dalam lambung.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Pakan Komplit
Teknologi pakan
lengkap (complete feed) merupakan
salah satu teknik pembuatan pakan yang digunakan untuk meningkatkan pemanfaatan
limbah pertanian dan limbah agroindustri melalui proses pengolahan dengan
perlakuan fisik dan perlakuan suplementasi untuk produksi pakan ternak
ruminansia. Proses pengolahannya
meliputi pemotongan untuk merubah ukuran partikel bahan, pengeringan,
penggilingan, pencampuran antara bahan serat dan konsentrat yang berupa padatan
maupun cairan, serta pengemasan produk akhir (Wahyono, 2000). Pakan lengkap yang dikembangkan pada dewasa
ini diawali dari adanya masalah kelangkaan pakan hijauan hal ini diakibatkan
kemarau panjang pada tahun 1998. Mengatasi persoalan tersebut di atas dapat dilakukan survei
identifikasi mengenai potensi sumber - sumber bahan baku
alternatif pengganti hijauan. Kegiatan survey menghasilkan kesimpulan
bahwa limbah pertanian dan limbah agroindustri dapat dijadikan alternatif pakan
yang murah dan potensial (Chuzaemi, 2002).
2.2. Bahan Pakan Penyusun Pakan Komplit
Menyusun formula pakan lengkap harus memperhitungkan nutrisi
dari masing - masing bahan baku, serta kebutuhan
nutrisi ternak. Komposisi nutrisi disesuaikan dengan kebutuhan zat nutrisi ternak
masing - masing misalnya komposisi nutrisi untuk
ternak penggemukan akan berbeda dengan komposisi
ternak pembibitan atau pembesaran. Pakan utama ternak ruminansia, hijauan atau limbah pertanian seperti jerami
jagung. Jerami jagung, memiliki kadar
serat kasar yang tinggi. Komponen
terbesar dari serat kasar adalah berupa dinding sel yang terdiri dari selulosa,
hemiselulosa, dan lignin (Church, 1986). Faktor yang perlu diperhatikan dalam memformulasikan
pakan lengkap yang dibuat dari limbah pertanian dan limbah agroindustri adalah
imbangan antara kandungan serat kasar dan energi. Kontrol kualitas
pakan yang paling terpercaya adalah uji biologis langsung ke ternaknya, namun untuk mempercepat
percobaan ditempuh
dengan uji fisik dan kimiawi di laboratorium makanan ternak secara analisisis proksimat (Wahyono, 2000).
2.3. Kecernaan In Vitro
Teknik in vitro
adalah meniru kondisi rumen. Kondisi yang dimodifikasi dalam hal ini antara
lain larutan penyangga dan media nutrisi, bejana fermentasi, pengadukan dan
fase gas, suhu fermentasi, pH optimum, sumber inokulum, kondisi anaerob, periode fermentasi serta
akhir fermentasi. Saliva ruminansia sebagai unsur buffer berfungsi untuk
mempertahankan pH rumen sehingga tidak mudah turun oleh asam-asam organik yang
dihasilkan selama proses fermentasi (Sutardiet al.,1990). Suhu
fermentasi diusahakan sama dengan suhu fermentasi dalam rumen yaitu berkisar
40-420C. Suhu tersebut harus stabil selama proses fermentasi
berlangsung, hal ini dimaksud agar mikroba dapat berkembang sesuai dengan
kondisi asal. Aktivitas mikroba rumen tetap berlangsung normal
apabila pH rumen berkisar antara 6,7 – 7,0. Perubahan pH yang besar dapat dicegah dengan
penambahan larutan buffer bikarbonat dan fosfat (Makkaret
al., 1995)
Sumber inokulum in vitro berupa cairan rumen. Perbedaaan hasil fermentasi secara in vitro dapat disebabkan oleh sumber
inokulum (Makkar, et.al., 1995).
Fermentasi jenis tersebut menggunakan tabung fermentor sebagai bejana fermentasi
sehingga pada akhir fermentasi tidak perlu memindahkan ke dalam tabung lain. Akhir fermentasi yaitu dengan mensentrifuge tabung fermentor dan
memisahkan supernatan dari residunya. Pemberian gas CO2 secepatnya
bersamaan dengan pengadukan secara mekanik dilakukan dalam fermentasi in vitro dengan meniru prinsip
pengadukan dalam rumen sesungguhnya yang selalu bergerak secara teratur. Gerakan rumen juga ditiru dengan penempatan
bejana fermentasi dalam waterbath (Sutardiet al., 1990).
2.3.1.
Kecernaan bahan kering
Kecernaan in vitro
pada bahan kering dipengaruhi oleh cairan rumen, larutan penyangga, bahan pakan
dan kondisi anaerob. Kecernaan
bahan kering yang tinggi pada ternak ruminansia menunjukkan tingginya zat
nutrisi yang dicerna terutama yang dicerna oleh mikroba rumen (Anitasari, 2010). Kecernaan
bahan kering jerami jagung adalah 40,71% (Sutrisno, 2002).
Faktor – faktor yang berpengaruh
terhadap nilai kecernaan yaitu pakan, ternak, dan lingkungan. Perlakuan terhadap pakan (pengolahan,
penyimpanan, dan cara pemberian), jenis, jumlah, dan komposisi pakan yang
diberikan pada ternak, kemampuan mikroba rumen mencerna pakan (Anitasari, 2010). Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap
nilai kecernaan adalah derajat keasaman (pH), suhu dan udara baik itu secara aerob / anaerob, cairan rumen, lama
waktu inkubasi, ukuran partikel sampel, dan larutan penyangga (Sitorus et al., 2007).
2.3.2. Kecernaan bahan organik
Kecernaan in vitro pada bahan pakan dipengaruhi
oleh bahan itu sendiri, cairan rumen, larutan penyangga dan kondisi anaerob (Forbes dan France, 1993). Pemberian konsentrat yang mengandung PK tinggi mengaktifkan mikrobia rumen
sehingga meningkatkan jumlah bakteri proteolitik dan naiknya deaminasi yang mengakibatkan
meningkatnya nilai cerna (Ketellars dan Tolkamp, 1992).
Rendahnya kandungan energi dari jerami jagung
disebabkan oleh rendahnya selulosa dan hemiselulosa namun kandungan lignin yang
tinggi dan membentuk ikatan lignohemiselulosa dan lignoselulosa. Kristalisasi selulosa
dan hemiselulosa, serta tingginya kadar silika dan kutin akan menghambat enzim
mikroba rumen dalam mencerna nutrien dari jerami jagung (Sitorus et al., 2007). Besar
kecernaan bahan organik jerami
jagung adalah 38,41% (Sutrisno, 2002).
BAB III
MATERI DAN
METODE
Praktikum Ransum Ruminansia dilaksanakan
pada hari Senin tanggal 11 Juni 2012 sampai dengan hari Senin tanggal 17 Juni 2012. Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Ruminologi Dasar Ilmu Makanan Ternak Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak
Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang.
3.1. Materi
Materi
yang digunakan adalah complete feed yang sudah digiling, cairan rumen, saliva buatan (larutan
penyangga), gas CO2, pepsin, HCl, HgCl2, kertas saring, aquadest, dan air es. Alat yang digunakan adalah tabung fermentor,
botol timbang, crucible porselen, beker glass,
penangas air, pompa vacum
dan sentrifugasi.
3.2. Metode
Mengambil cairan rumen ke RPH (Rumah
Potong Hewan) dengan memasukkannya ke dalam termos yang terlebih dahulu di isi
air panas dan sebelum cairan tersebut masuk ke dalam termos terlebih dahulu cek
suhu di dalam termos tidak lebih dari 42oC. Memeras cairan
rumen dengan kain kasa. Membawa cairan
rumen yang berada di dalam termos tersebut ke laboratorium. Menaruh isi rumen tersebut ke beker glass, menutupnya dengan
aluminium foil, dan menginkubasi cairan tersebut pada suhu 39oC. Menimbang
sampel sebanyak 0,55 sampai dengan 0,56 gram dan memasukkannya ke
dalam tabung fermentor. Mencampurkan
campuran cairan rumen sebanyak 10ml dengan larutan penyangga sebanyak 40 ml
ke dalam tabung fermentor yang telah berisi sampel dan dialiri CO2. Menginkubasi
ke dalam
waterbath pada suhu 39oC
selama 48 jam dan menggojoknya setiap 6 jam sekali. Fermentasi dihentikan dengan penambahan HgCl2 atau air es kemudian mensentrifuse
dengan kecepatan 3000 rpm. Menambahkan pepsin HCl sebanyak 50 ml ke dalam endapan
tersebut. Menginkubasi dalam waterbath
selama 48 jam dan menggojoknya setiap 6 jam sekali. Menyaring dengan kertas
saring bebas abu no.41. Mengeringkannya dalam oven 105oC selama 12 jam dan
menimbangnya. Mengabukan dalam tanur pada suhu 600oC kemudian menimbangnya. Menimbang
sampel yang sama sebanyak 1 gram dan menempatkannya dalam crucible porselen kemudian di oven dengan suhu 105oC. Menimbang sampel dan crucible porselen setelah dioven, kemudian
memasukannya
ke dalam tanur dengan suhu 600oC
untuk mengetahui kandungan bahan kering dan bahan organik, kemudian
menimbangnya.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1. Kecernaan
Bahan Kering (KcBK)
Berdasarkan hasil praktikum kecernaan bahan kering diperoleh hasil sebagai berikut
:
Tabel I. Hasil KcBK dan KcBO
Sampel
|
Hasil (100%)
|
Literatur*
|
|||
KcBK
|
KcBO
|
KcBK
|
KcBO
|
||
Complete feed berbahan dasar jerami jagung
|
49,59
|
21,63
|
59,38
|
38,41
|
|
Sumber : Data
Primer Paktikum Ransum Ruminansia, 2012.
* Sutrisno (2002).
Berdasarkan praktikum kecernaan bahan
kering secara in vitro didapatkan
nilai rata - rata kecernaan bahan kering jerami jagung adalah 49,59%. Hasil tersebut tergolong rendah karena lebih rendah dari kecernaan bahan kering jerami jagung
pada umumnya. Hal
ini sesuai dengan pendapat Siregar
(2001) yang menyatakan bahwa kecernaan bahan kering jerami jagung umumnya adalah 59,38. Anitasari (2010) menambahkan bahwa tinggi rendahnya
kecernaan bahan kering pada ternak ruminansia menunjukkan tinggi rendahnya zat nutrisi
yang dicerna terutama yang dicerna oleh mikroba rumen. Menurut Sitorus et al., (2007) menyatakan bahwa faktor – faktor yang berpengaruh
terhadap nilai kecernaan yaitu pakan, ternak, dan lingkungan. Perlakuan
terhadap pakan (pengolahan, penyimpanan, dan cara pemberian), jenis, jumlah,
dan komposisi pakan yang diberikan pada ternak, kemampuan mikroba rumen
mencerna pakan. Kondisi lingkungan yang
berpengaruh terhadap nilai kecernaan adalah derajat keasaman (pH), suhu dan
udara baik itu secara aerob
atau anaerob, pencampuran
pakan, cairan rumen, lama waktu inkubasi, ukuran partikel sampel, dan larutan
penyangga.
4.2. Kecernaan Bahan Organik (KcBO)
Berdasarkan
hasil praktikum kecernaan bahan kering
dapat dilihat pada tabel 1 bahwa kadar kecernaan bahan organik secara in vitro didapatkan nilai rata-rata
kecernaan jerami jagung adalah 21,63%. Hasil tersebut tergolong rendah karena
disebabkan oleh bahan organik yang dicerna oleh mikroba rumen secara
invitro cukup sedikit. Tinggi rendahnya bahan organik
yang terkandung dalam jerami jagung
mempengaruhi cairan rumen, serta
keadaan anaerobik dalam
percobaan in vitro. Menurut Siregar (2001) menyatakan bahwa besar
kecernaan bahan organik jerami
jagung adalah 54,27%. Menurut Forbes dan France (1993) bahwa
kecernaan in vitro pada bahan pakan
dipengaruhi oleh bahan pakan itu sendiri, cairan rumen, larutan penyangga dan
kondisi anaerob. Menurut Sitorus et al., (2007) menyatakan apabila jerami jagung digunakan
sebagai pakan maka akan menyebabkan penurunan populasi mikroba karena rendahnya
kandungan protein. Tinggi rendahnya daya guna energi dari jerami jagung disebabkan
oleh ketersediaan selulosa dan hemiselulosa yang sangat rendah karena kandungan
lignin yang tinggi dan membentuk ikatan lignohemiselulosa dan lignoselulosa.
Kristalisasi selulosa dan hemiselulosa, serta tingginya
kadar silika dan kutin akan menghambat aktivitas enzim mikroba rumen dalam
mencerna nutrien dari jerami jagung.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil praktikum Ransum Ruminansia dapat disimpulkan bahwa kecernaan bahan
kering dan bahan organik pada waktu praktikum dengan bahan jerami jagung menunjukkan
hasil yang rendah. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut antara lain bahan
organik yang terkandung dalam bahan pakan, kualitas cairan rumen serta keadaan anaerobik dalam percobaan in vitro.
5.2. Saran
Saran
yang dapat diberikan pada praktikum Ransum Ruminansia agar praktikan lebih
berhati-hati dalam menjalankan percobaan dan menggunakan alat pada saat
praktikum. Asisten lebih
mengayomi dalam membimbing praktikan.
DAFTAR
PUSTAKA
Anitasari, L. 2010. Pengaruh Tingkat Penggunaan Limbah
Tape Singkong dalam Ransum Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum
Domba Lokal. Fakultas Peternakan Unpad, Bandung.
Church, D.C. 1986. Livestock Feeds and
Feeding.Third edition.Prentice Hall.International Edition, Arizona
Chuzaemi, S. 2002. Arah dan Sasaran
Penelitian Sapi di Indonesia.Makalah dalamWorkshop Sapi Potong.Pusat Penelitian
dan Pengembangan PeternakanBogor dan Loka Penelitian Sapi Potong Grati, Malang.
Forbes, J.M dan J. France. 1993. Quantitative Aspeerts of
Ruminant Digestion and Metabolism. CAB International Wallingford: UK.
Ketellars, J. And B. J. Tolkamp.1992.
Toward a new theory of feed intake regulation in ruminants.1. Causes of
differences in voluntary feed intake: critique of current news. Livestock Prod. Sci. 30:269-296.
Makkar,
H.P.S., M. Blummel and K. Becker. 1995. Formation
of Complexesbetween Polyvinyl Pyrolidones or Polyethylene Glycols and Taninand
Their Implications in Gas Production and the True DigestibilityIn Vitro Techniques.
J. of Nutr.Brit. 73.
Sitorus, T. F., J. Achmadi., dan C. I.
Sutrisno. 2007. Kecernaan Jerami Jagung Secara In Vitro yang Difermentasi dengan Aras Ragi Isi Rumen dan Waktu
yang Berbeda. Fakultras Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 32 (3) Sept.
Sutardi, T., N. A. Sigit dan T. Toharmat.
1990. Standarisasi Mutu Protein Bahan
Makanan Ternak Ruminansia, Berdasarkan Parameter Metabolismenya oleh Mikrobia
Rumen. Proyek Pengembangan Ilmu dan Teknologi. Dirjen Pendidikan Tinggi,
Jakarta.
Siregar,
2001. Peran Teknologi Pengolahan Limbah
Pertanian dalam Pengembangan Ternak Ruminansia. Pidato Pengukuhan Guru Besar
Fakultas Perternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
Wahyono, D.E. 2000.Pengkajian Teknologi
Complete Feed pada Usaha Penggemukkan
Domba. Laporan Hasil Pengkajian BPTP Jawa Timur, Malang
LAMPIRAN
Lampiran 1.Penentuan
Kadar BK/BO Sampel Jerami Jagung.
Tabel 2. Kadar BK/BO Sampel Jerami Jagung
No
|
berat kertas
|
berat sample + kertas
|
Berat kertas bekas
|
Berat sampel
|
Berat cawan kosong
|
Berat cawan + sampel
Sblm Oven
|
Berat cawan+
Sampel oven
|
Berat cawan tanur
|
1
|
0,2766
|
23,1462
|
0,2747
|
1,0033
|
22,1429
|
23,1462
|
23,0199
|
22,1656
|
2
|
0,2605
|
20,1872
|
0,2592
|
1,0084
|
19,1788
|
20,1872
|
20,0617
|
19,1959
|
Sumber
: Data Primer Praktikum Ransum Ruminansia, 2012.
1. Berat
sampel + kertas
1 = 1,0033
+ 0,2766 = 1,2799
2 = 1,0084
+ 0,2605 = 1,2689
2.
Berat sampel
sesungguhnya (s)
1 = 1,2799
– 0,2747 = 1,0052
2 = 1,2689
– 0,2592 = 1,0097
3.
Berat cawan
kosong + sampel sebelum oven
1 = 22,1429
+ 1,0033 = 23,1462
2 = 19,1788
+ 1,0084 = 20,1872
4.
Perhitungan
Bahan Kering (BK)
Kadar Air (KA1)
=
=
= 12,56 %
Kadar Air (KA2) =
=
=
12,43 %
%BK E5 = 100 – KA 1
= 100 – 12, 56
= 87, 44%
%BK E6 = 100 – KA rata-rata
= 100 – 12, 43
= 87, 57%
Rata-rata % BK = 87,505 %
5.
Perhitungan
Bahan Organik (BO)
Kadar Abu (Kabu1) =
=
= 84,46%
Kadar Abu (Kabu2) =
=
=
85,75%
Rata-rata % BO = 84,46 + 85,75
2
= 85, 37 %
Lampiran 2.Penentuan
Kecernaan Bahan Kering/Bahan Organik Sampel Jerami Jagung
Tabel
3. Kecernaan Bahan Kering/Bahan Organik Sampel Jerami Jagung
No
|
Berat
sampel
(s)
|
Berat
kertas saring
|
Berat
kertas bekas
|
Berat
Sampel
|
Berat
Kertas saring
|
Berat
cawan kosong
|
Berat
cawan +KS+Residu
|
Berat
cawan +Residu Tanur
|
E5
|
0,2467
|
0,7992
|
0,2476
|
0,5525
|
1,0096
|
22,1435
|
23,3550
|
22,1656
|
E6
|
0,2306
|
0,7821
|
0,2321
|
0,5515
|
1,0064
|
19,1793
|
20,2850
|
19,1959
|
B5
|
|
|
|
|
1,0019
|
17,9313
|
18,9482
|
17,7327
|
B6
|
|
|
|
|
1,0072
|
19,1886
|
20,3665
|
19,189
|
Sumber
: Data Primer Praktikum Ransum Ruminansia, 2012.
Perhitungan
Kecernaan Bahan Kering (KcBK) :
1.
BK residu
BK residu = {(bobot
cawan + kertas + sampel) setelah di oven 105oC }–
(bobot cawan kosong + kertas saring)
E5 = 23,3550
– (22,1435 + 1,0096) = 0.2019
E6 = 20,285
– (19,1793 + 1,0064) = 0,0993
2.
BK blanko
BK blanko = {(bobot
cawan + kertas + blanko) setelah di oven 105oC}
– (bobot
cawan kosong + kertas saring)
1 = 18,9482 – (17,9313
+ 1,0019) = 0,015
2 = 20,3665
– (19,1886 + 1,0072) = 0,1707
Rata-rata =
= 0,092
3.
Kecernaan Bahan
Kering (KcBK)
KcBK =
KcBK 1 =
= 61,34%
KcBK 2 =
= 82,96%
KcBK rata-rata =
= 72,15%
Perhitungan
Kecernaan Bahan Organik (KcBO) :
4.
BO residu
BO residu = {
(bobot cawan + kertas + sampel) setelah di oven 105oC}
– (bobot cawan + kertas + sampel) setelah di tanur 600oC +
bobot kertas saring)
E5 = 23,3550
– (22,1656) +1,0696)
= 0,1798
E6 = 20,2860
– (19,1959 +1,0064)
= 0,0827
5.
BO blanko
BO blanko = bobot cawan –(
residu tanur setelah tanur 600oC +
bobot kertas
saring)
1 = 18,9482
– (17,7327 + 1,0019) = 0,2136
2 = 20,3665
– (19,189 + 1,0072) = 0,1703
Rata-rata =
= 0,1919
6. Kecernaan
Bahan Organik (KcBO)
KcBO =
1 =
= 57,36%
2 =
= 79,92%
KcBO
rata-rata =
= 68,64%
No comments:
Post a Comment