Thursday, September 19, 2013

LAPORAN RANSUM RUMINANSIA





BAB I
PENDAHULUAN
Pakan merupakan salah satu faktor utama dalam kehidupan ternak. Pakan menjadi sumber energi ternak beraktivitas dan memenuhi kebutuhan nutrisi lain seperti protein, lemak dan mineral. Pakan menjadi faktor yang harus diperhitungkan susunan dan komposisi pemberiannya dalam usaha peternakan selain faktor genetik.
Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik secara In vitro merupakan cara untuk mengetahui  kemampuan mikroorganisme dalam retikulorumen dan enzim dalam abomasum untuk mendegradasi pakan. Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik dilakukan pada jerami jagung yang merupakan pakan umum yang  dikonsumsi oleh ternak rumiansia. Jerami jagung  yang di uji secara In vitro akan tercerna dan meninggalkan residu yang dianggap sebagai pakan yang tidak tercerna dalam lambung rumiansia. Prinsip dan kondisi metode In Vitro sama dengan proses yang terjadi di dalam tubuh ternak yang meliputi proses metabolisme dalam rumen dan abomasum.
Tujuan parktikum ransum ruminansia adalah praktikan mampu menjelaskan proses degradasi bahan kering dan bahan organik dalam lambung ternak ruminansia. Manfaat praktikum ransum ruminansia adalah praktikan tahu dan mampu melakukan pengukuran degradasi bahan kering dan bahan organik secaara enzimatik di dalam lambung.  

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.      Pakan Komplit
            Teknologi pakan lengkap (complete feed) merupakan salah satu teknik pembuatan pakan yang digunakan untuk meningkatkan pemanfaatan limbah pertanian dan limbah agroindustri melalui proses pengolahan dengan perlakuan fisik dan perlakuan suplementasi untuk produksi pakan ternak ruminansia.  Proses pengolahannya meliputi pemotongan untuk merubah ukuran partikel bahan, pengeringan, penggilingan, pencampuran antara bahan serat dan konsentrat yang berupa padatan maupun cairan, serta pengemasan produk akhir (Wahyono, 2000).  Pakan lengkap yang dikembangkan pada dewasa ini diawali dari adanya masalah kelangkaan pakan hijauan hal ini diakibatkan kemarau panjang pada tahun 1998. Mengatasi persoalan tersebut di atas dapat dilakukan survei identifikasi mengenai potensi sumber - sumber bahan baku alternatif pengganti hijauan.  Kegiatan survey menghasilkan kesimpulan bahwa limbah pertanian dan limbah agroindustri dapat dijadikan alternatif pakan yang murah dan potensial (Chuzaemi, 2002).
2.2.      Bahan Pakan Penyusun Pakan Komplit
Menyusun formula pakan lengkap harus memperhitungkan nutrisi dari masing - masing bahan baku, serta kebutuhan nutrisi ternak. Komposisi nutrisi disesuaikan dengan kebutuhan zat nutrisi ternak masing - masing misalnya komposisi nutrisi untuk ternak penggemukan akan berbeda dengan komposisi ternak pembibitan atau pembesaran. Pakan utama ternak ruminansia, hijauan atau limbah pertanian seperti jerami jagung.  Jerami jagung, memiliki kadar serat kasar yang tinggi.  Komponen terbesar dari serat kasar adalah berupa dinding sel yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Church, 1986). Faktor yang perlu diperhatikan dalam memformulasikan pakan lengkap yang dibuat dari limbah pertanian dan limbah agroindustri adalah imbangan antara kandungan serat kasar dan energi. Kontrol kualitas pakan yang paling terpercaya adalah uji biologis langsung ke ternaknya, namun untuk mempercepat percobaan ditempuh dengan uji fisik dan kimiawi di laboratorium makanan ternak secara analisisis       proksimat (Wahyono, 2000).

2.3.    Kecernaan In Vitro
Teknik in vitro adalah meniru kondisi rumen. Kondisi yang dimodifikasi dalam hal ini antara lain larutan penyangga dan media nutrisi, bejana fermentasi, pengadukan dan fase gas, suhu fermentasi, pH optimum, sumber inokulum, kondisi anaerob, periode fermentasi serta akhir fermentasi. Saliva ruminansia sebagai unsur buffer berfungsi untuk mempertahankan pH rumen sehingga tidak mudah turun oleh asam-asam organik yang dihasilkan selama proses fermentasi (Sutardiet al.,1990). Suhu fermentasi diusahakan sama dengan suhu fermentasi dalam rumen yaitu berkisar 40-420C. Suhu tersebut harus stabil selama proses fermentasi berlangsung, hal ini dimaksud agar mikroba dapat berkembang sesuai dengan kondisi asal. Aktivitas mikroba rumen tetap berlangsung normal apabila pH rumen berkisar antara 6,7 7,0. Perubahan pH yang besar dapat dicegah dengan penambahan larutan buffer bikarbonat dan fosfat (Makkaret al., 1995)
Sumber inokulum in vitro berupa cairan rumen. Perbedaaan hasil fermentasi secara in vitro dapat disebabkan oleh sumber inokulum (Makkar, et.al., 1995). Fermentasi jenis tersebut menggunakan tabung fermentor sebagai bejana fermentasi sehingga pada akhir fermentasi tidak perlu memindahkan ke dalam tabung lain. Akhir fermentasi yaitu dengan mensentrifuge tabung fermentor dan memisahkan supernatan dari residunya. Pemberian gas CO2 secepatnya bersamaan dengan pengadukan secara mekanik dilakukan dalam fermentasi in vitro dengan meniru prinsip pengadukan dalam rumen sesungguhnya yang selalu bergerak secara teratur. Gerakan rumen juga ditiru dengan penempatan bejana fermentasi dalam waterbath (Sutardiet al., 1990).

2.3.1.   Kecernaan bahan kering
   Kecernaan in vitro pada bahan kering dipengaruhi oleh cairan rumen, larutan penyangga, bahan pakan dan kondisi anaerob. Kecernaan bahan kering yang tinggi pada ternak ruminansia menunjukkan tingginya zat nutrisi yang dicerna terutama yang dicerna oleh mikroba rumen (Anitasari, 2010).  Kecernaan bahan kering jerami jagung adalah 40,71% (Sutrisno, 2002).
Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan yaitu pakan, ternak, dan lingkungan.  Perlakuan terhadap pakan (pengolahan, penyimpanan, dan cara pemberian), jenis, jumlah, dan komposisi pakan yang diberikan pada ternak, kemampuan mikroba rumen mencerna pakan (Anitasari, 2010).  Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan adalah derajat keasaman (pH), suhu dan udara baik itu secara aerob / anaerob, cairan rumen, lama waktu inkubasi, ukuran partikel sampel, dan larutan penyangga (Sitorus et al., 2007).

2.3.2.   Kecernaan bahan organik
   Kecernaan in vitro pada bahan pakan dipengaruhi oleh bahan itu sendiri, cairan rumen, larutan penyangga dan kondisi anaerob (Forbes dan France, 1993). Pemberian konsentrat yang mengandung PK tinggi mengaktifkan mikrobia rumen sehingga meningkatkan jumlah bakteri proteolitik dan naiknya deaminasi yang mengakibatkan meningkatnya nilai cerna (Ketellars dan Tolkamp, 1992).
Rendahnya kandungan energi dari jerami jagung disebabkan oleh rendahnya selulosa dan hemiselulosa namun kandungan lignin yang tinggi dan membentuk ikatan lignohemiselulosa dan lignoselulosa. Kristalisasi selulosa dan hemiselulosa, serta tingginya kadar silika dan kutin akan menghambat enzim mikroba rumen dalam mencerna nutrien dari jerami jagung (Sitorus et al., 2007). Besar kecernaan bahan organik jerami jagung adalah 38,41% (Sutrisno, 2002). 







BAB III
MATERI DAN METODE
   Praktikum Ransum Ruminansia dilaksanakan pada hari Senin  tanggal  11 Juni 2012 sampai dengan hari Senin tanggal 17 Juni 2012.  Praktikum dilaksanakan di Laboratorium  Ruminologi Dasar Ilmu Makanan Ternak Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang.

3.1.      Materi

            Materi yang digunakan adalah complete feed yang sudah digiling, cairan rumen, saliva buatan (larutan penyangga), gas CO2, pepsin, HCl, HgCl2, kertas saring, aquadest, dan air es.  Alat yang digunakan adalah tabung fermentor, botol timbang, crucible porselen, beker glass, penangas air, pompa vacum dan sentrifugasi.

3.2.      Metode

Mengambil cairan rumen ke RPH (Rumah Potong Hewan) dengan memasukkannya ke dalam termos yang terlebih dahulu di isi air panas dan sebelum cairan tersebut masuk ke dalam termos terlebih dahulu cek suhu di dalam termos tidak lebih dari 42oC.  Memeras cairan rumen dengan kain kasa.  Membawa cairan rumen yang berada di dalam termos tersebut ke laboratorium.  Menaruh isi rumen tersebut ke beker glass, menutupnya dengan aluminium foil, dan menginkubasi cairan tersebut pada suhu 39oC. Menimbang sampel sebanyak 0,55 sampai dengan 0,56 gram dan memasukkannya  ke dalam tabung fermentor.  Mencampurkan campuran cairan rumen sebanyak 10ml dengan larutan penyangga sebanyak 40 ml ke dalam tabung fermentor yang telah berisi sampel dan dialiri CO2. Menginkubasi ke dalam waterbath pada suhu 39oC selama 48 jam dan menggojoknya setiap 6 jam sekali.  Fermentasi dihentikan dengan penambahan HgCl2 atau air es kemudian mensentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm. Menambahkan pepsin HCl sebanyak 50 ml ke dalam endapan tersebut.  Menginkubasi dalam waterbath selama 48 jam dan menggojoknya setiap 6 jam sekali. Menyaring dengan kertas saring bebas abu no.41. Mengeringkannya dalam oven 105oC selama 12 jam dan menimbangnya. Mengabukan dalam tanur pada suhu 600oC kemudian menimbangnya. Menimbang sampel yang sama sebanyak  1 gram dan menempatkannya dalam crucible porselen kemudian di oven dengan suhu 105oC. Menimbang sampel dan crucible porselen setelah dioven, kemudian memasukannya ke dalam tanur  dengan suhu 600oC untuk mengetahui kandungan bahan kering dan bahan organik, kemudian menimbangnya.









BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.      Kecernaan Bahan Kering (KcBK)
Berdasarkan hasil praktikum kecernaan bahan kering diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel I. Hasil KcBK dan KcBO
Sampel
Hasil (100%)
Literatur*
KcBK
KcBO
KcBK
KcBO
Complete feed berbahan dasar jerami jagung
49,59
21,63
59,38
38,41






Sumber : Data Primer Paktikum Ransum Ruminansia, 2012.
                * Sutrisno (2002).   
Berdasarkan praktikum kecernaan bahan kering secara in vitro didapatkan nilai rata - rata kecernaan bahan kering jerami jagung adalah 49,59%.  Hasil tersebut tergolong rendah karena lebih rendah dari kecernaan bahan kering jerami jagung pada umumnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar (2001) yang menyatakan bahwa kecernaan bahan kering jerami jagung umumnya adalah 59,38.  Anitasari (2010) menambahkan bahwa tinggi rendahnya kecernaan bahan kering pada ternak ruminansia menunjukkan tinggi rendahnya zat nutrisi yang dicerna terutama yang dicerna oleh mikroba rumen.  Menurut Sitorus et al., (2007) menyatakan bahwa faktor – faktor yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan yaitu pakan, ternak, dan lingkungan. Perlakuan terhadap pakan (pengolahan, penyimpanan, dan cara pemberian), jenis, jumlah, dan komposisi pakan yang diberikan pada ternak, kemampuan mikroba rumen mencerna pakan.  Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan adalah derajat keasaman (pH), suhu dan udara baik itu secara aerob atau anaerob, pencampuran pakan, cairan rumen, lama waktu inkubasi, ukuran partikel sampel, dan larutan penyangga.

4.2.     Kecernaan Bahan Organik (KcBO)
           Berdasarkan hasil praktikum kecernaan bahan kering dapat dilihat pada         tabel 1 bahwa kadar kecernaan bahan organik secara in vitro didapatkan nilai rata-rata kecernaan jerami jagung adalah 21,63%. Hasil tersebut tergolong rendah karena disebabkan oleh bahan organik yang dicerna oleh mikroba rumen secara invitro cukup sedikit. Tinggi rendahnya bahan organik yang terkandung dalam jerami jagung mempengaruhi cairan rumen, serta keadaan anaerobik dalam percobaan in vitro. Menurut Siregar (2001) menyatakan bahwa besar kecernaan bahan organik jerami jagung adalah 54,27%.  Menurut Forbes dan France (1993) bahwa kecernaan in vitro pada bahan pakan dipengaruhi oleh bahan pakan itu sendiri, cairan rumen, larutan penyangga dan kondisi anaerob.  Menurut Sitorus et al., (2007) menyatakan apabila jerami jagung digunakan sebagai pakan maka akan menyebabkan penurunan populasi mikroba karena rendahnya kandungan protein. Tinggi rendahnya daya guna energi dari jerami jagung disebabkan oleh ketersediaan selulosa dan hemiselulosa yang sangat rendah karena kandungan lignin yang tinggi dan membentuk ikatan lignohemiselulosa dan lignoselulosa.      
Kristalisasi selulosa dan hemiselulosa, serta tingginya kadar silika dan kutin akan menghambat aktivitas enzim mikroba rumen dalam mencerna nutrien dari jerami jagung.














BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.      Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum Ransum Ruminansia dapat disimpulkan bahwa kecernaan bahan kering dan bahan organik pada waktu praktikum dengan bahan jerami jagung menunjukkan hasil yang rendah. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut antara lain bahan organik yang terkandung dalam bahan pakan, kualitas cairan rumen serta keadaan anaerobik dalam percobaan in vitro.

5.2.      Saran
            Saran yang dapat diberikan pada praktikum Ransum Ruminansia agar praktikan lebih berhati-hati dalam menjalankan percobaan dan menggunakan alat pada saat praktikum. Asisten lebih mengayomi dalam membimbing praktikan.








                                                  DAFTAR PUSTAKA                                                 
Anitasari, L. 2010. Pengaruh Tingkat Penggunaan Limbah Tape Singkong dalam Ransum Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum Domba Lokal. Fakultas Peternakan Unpad, Bandung.

Church, D.C. 1986. Livestock Feeds and Feeding.Third edition.Prentice Hall.International Edition, Arizona

Chuzaemi, S. 2002. Arah dan Sasaran Penelitian Sapi di Indonesia.Makalah dalamWorkshop Sapi Potong.Pusat Penelitian dan Pengembangan PeternakanBogor dan Loka Penelitian Sapi Potong Grati, Malang.

Forbes, J.M dan J. France. 1993. Quantitative Aspeerts of Ruminant Digestion and Metabolism. CAB International Wallingford: UK.

Ketellars, J. And B. J. Tolkamp.1992. Toward a new theory of feed intake regulation in ruminants.1. Causes of differences in voluntary feed intake: critique of current news. Livestock Prod. Sci. 30:269-296.

Makkar, H.P.S., M. Blummel and K. Becker. 1995. Formation of Complexesbetween Polyvinyl Pyrolidones or Polyethylene Glycols and Taninand Their Implications in Gas Production and the True DigestibilityIn Vitro Techniques. J. of Nutr.Brit. 73.

Sitorus, T. F., J. Achmadi., dan C. I. Sutrisno. 2007. Kecernaan Jerami Jagung Secara In Vitro yang Difermentasi dengan Aras Ragi Isi Rumen dan Waktu yang Berbeda. Fakultras Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 32 (3) Sept.

Sutardi, T., N. A. Sigit dan T. Toharmat. 1990. Standarisasi Mutu Protein Bahan Makanan Ternak Ruminansia, Berdasarkan Parameter Metabolismenya oleh Mikrobia Rumen. Proyek Pengembangan Ilmu dan Teknologi. Dirjen Pendidikan Tinggi, Jakarta.

Siregar, 2001. Peran Teknologi Pengolahan Limbah Pertanian dalam Pengembangan Ternak Ruminansia. Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Perternakan Universitas Diponegoro, Semarang.

Wahyono, D.E. 2000.Pengkajian Teknologi Complete Feed pada Usaha Penggemukkan Domba. Laporan Hasil Pengkajian BPTP Jawa Timur, Malang



LAMPIRAN
Lampiran 1.Penentuan Kadar BK/BO Sampel Jerami Jagung.
Tabel 2. Kadar BK/BO Sampel Jerami Jagung
No
berat kertas
berat sample + kertas
Berat kertas bekas

Berat sampel
Berat cawan kosong
Berat cawan + sampel
Sblm Oven
Berat cawan+
Sampel oven
Berat cawan tanur
1
0,2766
23,1462
0,2747
1,0033
22,1429
23,1462
23,0199
22,1656
2
0,2605
20,1872
0,2592
1,0084
19,1788
20,1872
20,0617
19,1959
Sumber : Data Primer Praktikum Ransum Ruminansia, 2012.
1.      Berat sampel + kertas
1 = 1,0033 + 0,2766 = 1,2799
2 = 1,0084 + 0,2605 = 1,2689
2.      Berat sampel sesungguhnya (s)
1 = 1,2799 – 0,2747 = 1,0052
2 = 1,2689 – 0,2592 = 1,0097
3.      Berat cawan kosong + sampel sebelum oven
1 = 22,1429 + 1,0033 = 23,1462
2 = 19,1788 + 1,0084 = 20,1872

4.      Perhitungan Bahan Kering (BK)
Kadar Air (KA1)         =
                                    =
                                    = 12,56 %
Kadar Air (KA2)         =
                                    =
                                    = 12,43 %


%BK E5                      = 100 – KA 1
                                    = 100 – 12, 56
                                    = 87, 44%
%BK E6                      = 100 – KA rata-rata
                                    = 100 – 12, 43
                                    = 87, 57%
Rata-rata  % BK         = 87,505 %

5.      Perhitungan Bahan Organik (BO)
Kadar Abu (Kabu1)     =
                                    =
                                    = 84,46%
Kadar Abu (Kabu2)     =
                                    =
                                    = 85,75%

Rata-rata % BO          = 84,46 + 85,75
                                                2
                                    = 85, 37 %

























Lampiran 2.Penentuan Kecernaan Bahan Kering/Bahan Organik Sampel Jerami Jagung
Tabel 3. Kecernaan Bahan Kering/Bahan Organik Sampel Jerami Jagung
No
Berat sampel
(s)
Berat kertas saring
Berat kertas bekas
Berat Sampel
Berat Kertas saring
Berat cawan kosong
Berat cawan +KS+Residu
Berat cawan +Residu Tanur
E5
0,2467
0,7992
0,2476
0,5525
1,0096
22,1435
23,3550
22,1656
E6
0,2306
0,7821
0,2321
0,5515
1,0064
19,1793
20,2850
19,1959
B5




1,0019
17,9313
18,9482
17,7327
B6




1,0072
19,1886
20,3665
19,189
Sumber : Data Primer Praktikum Ransum Ruminansia, 2012.

Perhitungan Kecernaan Bahan Kering (KcBK) :

1.      BK residu
BK residu =  {(bobot cawan + kertas + sampel) setelah di oven 105oC }– (bobot cawan kosong + kertas saring)
E5 = 23,3550 – (22,1435 + 1,0096) = 0.2019
E6 = 20,285 – (19,1793 + 1,0064) = 0,0993

2.      BK blanko
BK blanko = {(bobot cawan + kertas + blanko) setelah di oven 105oC}            (bobot cawan kosong + kertas saring)
1 = 18,9482 – (17,9313 + 1,0019) = 0,015
2 = 20,3665 – (19,1886 + 1,0072) = 0,1707
Rata-rata = = 0,092
3.      Kecernaan Bahan Kering (KcBK)

KcBK =
KcBK 1 =   = 61,34%
KcBK 2 = = 82,96%
KcBK rata-rata = = 72,15%

Perhitungan Kecernaan Bahan Organik (KcBO) :


4.      BO residu
BO residu = { (bobot cawan + kertas + sampel) setelah di oven 105oC} – (bobot cawan + kertas + sampel) setelah di tanur 600oC + bobot kertas saring)
E5 = 23,3550(22,1656) +1,0696) = 0,1798
E6 = 20,2860(19,1959 +1,0064) = 0,0827

5.      BO blanko
BO blanko = bobot cawan –( residu tanur setelah tanur 600oC +  bobot kertas saring)
1 = 18,9482(17,7327 + 1,0019) = 0,2136
2 = 20,3665(19,189 + 1,0072)  = 0,1703
Rata-rata = = 0,1919

6.      Kecernaan Bahan Organik (KcBO)

KcBO =
1 =   = 57,36%
2 = = 79,92%
KcBO rata-rata = = 68,64%







No comments:

Post a Comment